Ruwatan Rambut Gimbal, Warisan Budaya Dieng yang Sarat Filosofi dari Leluhur

Dieng, Gimbal, Dan Doa, Tradisi Yang Tak Lekang Oleh Waktu
Sumber :
  • https://correcto.id/content/images/th1_2020053105531681391.jpg

Gumi Bali, VIVA Bali – Tradisi Ruwatan Anak Gimbal adalah salah satu upacara adat yang unik dan sakral dari masyarakat Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah. Tradisi ini terkait erat dengan anak-anak yang terlahir atau tiba-tiba memiliki rambut gimbal (gimbal alami, bukan buatan) yang diyakini memiliki nilai spiritual.

Megedong-gedongan, Tanda Awal Perjalanan Manusia dalam Tradisi Umat Hindu di Bali

Menurut kepercayaan masyarakat Dieng, anak berambut gimbal adalah titisan leluhur Dieng, khususnya Kyai Kolodete. Rambut gimbal dianggap sebagai anugerah sekaligus ujian. Jika tidak diruwat, anak dipercaya bisa mengalami kesialan, sakit-sakitan, atau nasib buruk. Karena itu, prosesi ruwatan dianggap wajib untuk membebaskan anak dari "beban spiritual" tersebut.

Sejak tahun 2002, tradisi ini telah diubah menjadi ruwatan massal yang dulunya hanya dilakukan secara individu oleh setiap keluarga yang memiliki anak berambut gimbal. Acara pemotongan rambut gimbal umumnya dilakukan pada bulan Juni, Juli, atau Agustus yang bertepatan dengan masa libur sekolah.

Ngayah, Spirit Gotong Royong Ala Umat Hindu di Bali

Tradisi ini kini menjadi bagian penting dari Dieng Culture Festival (DCF), yang rutin digelar setiap tahun di Banjarnegara & Wonosobo. Selain aspek spiritual, acara ini juga menarik wisatawan karena sarat budaya, tari-tarian, sesaji, musik tradisional, hingga festival lampion dan jazz di atas awan.

Makna Filosofis dari Ruwatan Rambut Gimbal, antara lain:

1. Pembebasan, membebaskan anak dari hal-hal buruk dan beban spiritual

Dari Sakral ke Balih-Balihan, Tari Pendet yang Menebar Jejak Taksu

2. Kesucian, melambangkan kembalinya anak ke kehidupan yang murni dan sehat

Halaman Selanjutnya
img_title