Denting Irama dan Denyut Sosial Bali dalam Bungkus Balaganjur
- https://badungkab.go.id/kab/berita/3201-lomba-balaganjur-tingkat-remaja-pkb-xli-2019-sekaa-balaganjur-jong-sir-sma-negeri-1-kuta-utara-tampil-dengan-memikat
Gumi Bali, VIVA Bali – Suara kendang, ceng-ceng, dan gong berpadu dalam irama berlapis. Bagi masyarakat Bali, musik Balaganjur bukan hanya bunyi-bunyian, melainkan napas sosial yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari. Sejak awal, Balaganjur hadir dalam upacara keagamaan. Ia mengiringi prosesi ngaben, piodalan, hingga ritual pengusiran roh jahat. Tabuhannya dipercaya memberi kekuatan spiritual, menolak bala, sekaligus memandu jalannya upacara agar lebih khidmat.
Namun, sejarah bergerak. Seiring perubahan zaman, Balaganjur bertransformasi dari medium ritual menuju ruang ekspresi estetika. Festival seni, parade budaya, hingga lomba antar-banjar menjadikan Balaganjur sebagai wadah kreativitas anak muda. Dentumannya kini bukan sekadar doa, melainkan juga semangat kompetisi dan kebanggaan kolektif. Pergeseran ini menunjukkan betapa dinamisnya budaya Bali yang tetap berakar pada tradisi, namun terbuka pada pembaruan.
Fungsi sosial Balaganjur terasa nyata dalam keseharian. Latihan bersama di bale banjar menciptakan ruang interaksi antar-generasi. Di mana seniman tua menurunkan keterampilan pada yang muda, sementara yang muda menambahkan inovasi. Balaganjur juga menjadi alasan orang berkumpul, memperkuat ikatan sosial, dan memelihara rasa memiliki terhadap budaya leluhur.
Lebih jauh lagi, Balaganjur juga berperan dalam membentuk identitas kolektif masyarakat Bali di hadapan dunia luar. Pertunjukan Balaganjur sering ditampilkan dalam penyambutan tamu, festival internasional, hingga pementasan pariwisata. Di panggung global, irama Balaganjur menjadi simbol eksotika Bali, namun bagi masyarakat lokal, ia tetap menjadi pengingat bahwa akar budaya mereka tak pernah pudar meskipun dilihat ribuan pasang mata dari penjuru dunia.
Menariknya, modernisasi justru melahirkan dialektika baru dalam Balaganjur. Beberapa kelompok mulai mengeksplorasi penggabungan dengan musik modern, menambah instrumen baru, atau memodifikasi pola tabuh. Meskipun sempat menuai perdebatan antara menjaga kemurnian tradisi dan kebutuhan inovasi, pertemuan ini memperlihatkan bahwa budaya Bali tidak beku, melainkan terus hidup dan berkembang sesuai zaman.
Pada akhirnya, Balaganjur adalah gambaran utuh bagaimana budaya mampu menjalankan banyak fungsi sosial sekaligus. Tugasnya mengikat, menghibur, mendidik, bahkan mengartikulasikan identitas. Ia berdiri di persimpangan sakral dan profan, tradisi dan modernitas, lokalitas dan globalisasi. Dan selama dentumannya masih menggema di banjar-banjar dan pura-pura, Balaganjur akan terus menjadi denyut sosial Bali yang menghidupkan setiap langkah masyarakatnya.