Kearifan Lokal Bali, Awig-Awig Desa Adat Tangani Sampah Plastik
- https://www.padangsambian.denpasarkota.go.id/public/uploads/berita/Berita_232803030332_jumat-bersih-padangsambian-adakan-kerja-bakti-menyambut-tumpek-kandang.jpeg
Gumi Bali, VIVA Bali – Krisis sampah plastik kian mengancam alam Bali. Menurut data terbaru, timbulan sampah di Bali mencapai 1,2 juta ton per tahun, naik sekitar 30% sejak tahun 2000. Denpasar menyumbang tertinggi dengan dominasi sampah organik, namun peningkatan volume juga disebabkan oleh gaya hidup konsumtif dan penggunaan plastik sekali pakai.
Pemerintah dan masyarakat kini sepakat bahwa sumber masalah perlu ditangani melalui penegakan hukum, pembangunan infrastruktur daur ulang, dan peningkatan kesadaran kolektif. Dalam konteks ini, hukum adat Bali – khususnya aturan awig-awig desa adat – mulai digerakkan sebagai solusi lokal.
Awig-Awig dan Lingkungan Bali
Awig-awig adalah hukum adat Bali yang dirumuskan oleh desa adat untuk mengatur tata hidup warga. Secara filosofis, awig-awig mengandung nilai Tri Hita Karana, yaitu keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam. Dalam praktiknya, awig-awig dijabarkan dalam bentuk pararem, yaitu peraturan khusus yang bisa mencakup larangan membuang sampah sembarangan, kewajiban memilah sampah, atau sanksi adat bagi pelanggar. Sistem ini terbukti efektif karena sanksi adat memiliki kekuatan sosial dan moral yang tinggi di komunitas desa adat.
Penerapan Awig-Awig dalam Pengelolaan Sampah
Beberapa desa adat di Bali telah menetapkan awig-awig dan pararem untuk mengatur pengelolaan sampah:
1. Desa Adat Bugbug (Karangasem) memiliki Pararem No. 13/PRM/DAB/V/2021 yang mewajibkan pemilahan sampah dari sumber dan melarang penggunaan plastik sekali pakai.