Jemparingan Panahan Tradisional yang Menyatukan Raga dan Batin

Heningnya suara gamelan mengiringi Jemparingan
Sumber :
  • https://www.pexels.com/id-id/foto/orang-duduk-rokok-berasap-6420908/

Tradisi, VIVA BaliDi sebuah alun-alun keraton, suasana hening pecah oleh suara busur yang dilepaskan. Panah melesat tanpa keraguan, tak diarahkan dengan tatapan mata, melainkan dengan rasa. Begitulah Jemparingan, panahan khas Mataram yang hingga kini masih bertahan sebagai warisan budaya Jawa.

Ngerebeg, Ritual Sakral untuk Menjaga Keseimbangan Alam Semesta

Seni panahan ini berkembang sejak era Sri Sultan Hamengku Buwono I. Dahulu digunakan untuk melatih prajurit, Jemparingan kemudian menyebar ke masyarakat sebagai sarana pembentukan karakter. Yang menarik, teknik ini berbeda dari panahan modern: pemanah duduk bersila, busur diletakkan di depan perut, dan bidikan diarahkan bukan dengan

penglihatan, melainkan dengan ketenangan hati.

Ritual, Seni, dan Pesta Rakyat dalam Festival Erau Kalimantan Timur

 

Ungkapan Jawa “Pamenthanging Gandewa, Pamanthenging Cipta” menjadi inti dari Jemparingan. Artinya, menarik busur harus sejalan dengan fokus pikiran. Filosofi ini

Beseprah, Tradisi Makan Bersama yang Menyatukan Keharmonisan Sosial Masyarakat Kutai

mengajarkan keselarasan antara konsentrasi, kendali emosi, dan keteguhan batin. Lebih dari sekadar olahraga, Jemparingan adalah latihan diri untuk menjaga keseimbangan hidup.

Di tengah derasnya arus modernisasi, Jemparingan sempat terpinggirkan. Namun, berbagai komunitas dan institusi kini berupaya menghidupkan kembali tradisi ini. Festival budaya, kelas terbuka, hingga program kampus dijalankan agar generasi muda bisa mengenal

Halaman Selanjutnya
img_title