Desa Bali Pionir Bank Waktu Warga Tuker Jasa Pertukangan dengan Les Bahasa

Fajar Budakeling, Bank Waktu Satukan Masyarakat
Sumber :
  • https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Sunrise_at_Budakeling.jpg#/media/File:Sunrise_at_Budakeling.jpg

Peluang dan Tantangan

Mengulik Nilai Sosial dan Nilai Magis Tradisi Khas Riau Pacu Jalur

Secara ideal, Bank Waktu di desa Bali membuka peluang inovasi sosial-ekonomi:

1. Pendidikan dan Pelatihan: Bank Waktu membuka akses belajar bahasa atau komputer bagi yang tidak mampu bayar, karena dibayar dengan waktu kerja desa. Hal ini dapat meningkatkan kompetensi penduduk desa tanpa beban keuangan.

Tradisi Unik Mekotek yang Masih Hidup di Desa Munggu Bali

2. Pemberdayaan UMKM Desa: Warga berpeluang mengembangkan usaha kecil (misal bengkel, karoseri, belajar baking) dengan menukar jasa, sehingga modal kerja dan pemasaran menjadi berbasis gotong royong.

3. Kemandirian Desa: Desa tidak sepenuhnya tergantung pada uang negara, melainkan memaksimalkan sumberdaya manusia lokal. Pembagian tenaga kerja desa pun diorganisir secara demokratis, menghidupkan proses subak modern di bidang jasa.

Upacara Otonan di Bali Sebagai Wujud Syukur dan Penyucian Diri

Namun, tantangan juga ada. Perlu waktu agar warga memahami sistem baru ini. Pelatihan administrasi Bank Waktu harus dilakukan karena biasanya masyarakat desa terbiasa transaksi tunai. Perlu pula dukungan perangkat desa dan masyarakat adat untuk mengawal agar catatan pertukaran jam akurat dan adil. Kebijakan resmi juga diharapkan mengakomodasi inovasi semacam ini, misalnya melalui panduan BUMDes yang bisa menaungi Bank Waktu sebagai unit usaha non-moneternya.

Secara keseluruhan, Bank Waktu memperlihatkan sinergi nilai lama dan baru. Desa Bali yang sudah dikenal gotong royong dalam Subak kini mengembangkan “subak jasa” berupa bank waktu. Jika kelak skala desa ini diperluas, kemungkinan tercipta jejaring antar-desa Bali untuk saling tukar keahlian lebih luas lagi, memperkuat kemandirian dan produktivitas ekonomi kerakyatan.