Bija Bali, Benih Kesucian dalam Ritual Hindu
- https://www.fimela.com/photo/read/5101983/anggunnya-jessica-iskandar-dengan-kebaya-putih-saat-melukat?page=1
Gumi Bali, VIVA Bali – Bija atau wija merupakan butiran beras utuh yang digunakan dalam ritual keagamaan umat Hindu di Bali. Simbol ini mencerminkan benih kesucian dan kemurnian yang tumbuh dalam diri manusia. Dalam kepercayaan Hindu Bali, bija melambangkan benih spiritual yang berkembang seiring peningkatan kesadaran rohani seseorang.
Wija atau bija biasanya dibuat dari beras yang dicuci menggunakan air bersih atau air cendana. Kadang kala juga dicampur dengan kunyit (Curcuma Domestica) sehingga berwarna kuning, yang kemudian disebut sebagai bija kuning. Disarankan agar menggunakan beras galih, yaitu beras yang utuh dan tidak patah. Hal ini karena beras yang terpotong tidak dapat tumbuh, sebagaimana benih kedewataan yang juga perlu wadah yang utuh untuk berkembang.
Lambang Kumara dan Benih Ke-Siwa-an
Dalam ajaran Hindu, bija merupakan lambang Kumara, yaitu putra atau wija dari Bhatara Siwa. Kumara menggambarkan benih ke-Siwa-an atau kedewataan yang hidup dalam diri setiap individu. Melalui proses penggunaan bija, umat Hindu diharapkan mampu menumbuhkan dan mengembangkan sifat-sifat kedewataan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, bija bukan sekadar sarana simbolik, melainkan media spiritual untuk menyadarkan manusia pada hakikat ketuhanannya.
Tata Cara dan Titik Penempatan Bija
Penempatan bija di tubuh tidak dilakukan secara sembarangan. Ibarat menanam benih di tanah subur agar dapat tumbuh, maka tubuh manusia pun memiliki titik-titik tertentu yang dianggap paling tepat untuk menanam benih spiritual. Dalam ajaran Hindu Bali, dikenal lima titik utama yang disebut Panca Adisesa, yaitu:
1. Di pusar (disebut manipura cakra), sebagai pusat tenaga dan pengendalian diri.