Melodi dari Kubur, Musik dan Ritual Penguburan Unik Suku Bali Aga

Gamelan Selonding Bali Aga, Melodi Sakral Pengiring Ritual Penguburan
Sumber :
  • https://id.wikipedia.org/wiki/Gong#/media/Berkas:Traditional_indonesian_instruments04.jpg

Gumi Bali, VIVA Bali – Suku Bali Aga (Bali Mula) adalah kelompok masyarakat Bali kuno yang mendiami desa-desa adat di pegunungan Bali. Di beberapa desa Bali Aga seperti Trunyan (Kintamani), Tenganan Pegringsingan (Karangasem), Pedawa, Sidatapa, Tigawasa, dan Sembiran (Buleleng) terdapat tradisi pemakaman sangat khas yang berbeda dari Hinduisme Bali umum. Misalnya di Desa Trunyan jenazah diletakkan di atas tanah terbuka di bawah pohon Taru Menyan, bukan dikubur atau dibakar. Tradisi ini disebut Mepasah (eksposur).

Mengungkap Tradisi Maburu di Tengah Hiruk Pikuk Kota Denpasar

Menurut studi etnografi, masyarakat Trunyan mengenal dua teknik penguburan: meletakkan jenazah pada permukaan tanah (kubur angin) atau menguburnya seperti biasa (kubur tanah). Seluruh ritual pemakaman di Trunyan pun unik, meliputi mandi jenazah dengan air hujan, pembungkusan kain tanpa menutup wajah, lalu jenazah diletakkan dalam sangkar bambu di area pemakaman tertentu (seperti Sema Wayah, Sema Muda, Sema Bantas) menurut usia dan sebab kematian. Pohon Taru Menyan yang harum menghilangkan aroma jenazah, sehingga kuburan Trunyan tak berbau busuk.

Di Desa Tenganan Pegringsingan (Karangasem), adat ngaben (kremasi) dijalankan dengan cara berbeda. Warga Tenganan membakar jenazah, tetapi ritualnya disebut “ngaben” sekalipun jenazah dikubur, bukan dibakar seperti Bali lain. Menurut tokoh adat setempat, jenazah harus dikubur segera setelah kematian (pukul 12.00 siang hingga sebelum matahari terbenam), tanpa mencari hari baik, meski bentuk banten (sesajen) berbeda dengan desa lain. Desa ini memiliki 9 jenis kuburan (setra) terpisah: misalnya kuburan untuk bayi, remaja, orang cacat, prajurit, golongan suci, dan lain-lain. Hal ini menunjukkan keunikan sosial-budaya Tenganan.

Warisan Budaya Petani yang Menggaung Lewat Tradisi Sampi Gerumbungan

Demikian pula di Desa Tigawasa (Buleleng) jenazah tidak dibakar melainkan langsung dikubur memakai kain batik saja (kepercayaan Dewa Swambu). Desa Pedawa (Buleleng) memiliki tradisi ngaben massal unik yang disebut Ngangkid, dilakukan setiap lima tahun di tepi sungai setempat, juga tanpa peti. Setiap desa Bali Aga memang memiliki ragam tata cara pemakaman sendiri, tetapi keseluruhannya menonjolkan hubungan spiritual dengan leluhur dan alam. Misalnya di beberapa daerah, ritual pasca-kematian dilakukan bertahap sampai 42 hari dan 84 hari setelah wafat dengan upacara di pura dan persembahan babi.

Peran Musik dalam Pemakaman Bali Aga

Meskipun pemakamannya berbeda, banyak desa Bali Aga tetap menggunakan elemen musik tradisional dalam upacara kematian. Alat musik gamelan khas utara Bali seperti Selonding dan Gong Selonding sering terdengar mengiringi ritual penting (walaupun tidak spesifik hanya di pemakaman). Di Desa Tenganan misalnya, gamelan kuno Selonding menjadi pengiring dalam mekaré-kare (perang pandan) dan upacara adat lainnya.

Eksistensi Tradisi Ngoncang dalam Kehidupan Masyarakat Buleleng

Selama sekitar tiga jam, kelompok pemukul selonding memainkan gending-gending Bali untuk menyemarakkan upacara (suara gamelan selonding ini berirama pelog kuno, khas warisan Bali Aga). Di Desa Pedawa disebut ada instrumen Gong Selunding yang khas, memperkaya keberagaman nada.

Halaman Selanjutnya
img_title