Budaya China Islam di Indonesia, Warisan Sejarah yang Tetap Lestari
- https://www.masjidnusantara.org/masjid-cheng-ho-palembang-bukti-toleransi-nusantara/
Budaya, VIVA Bali – Indonesia dikenal sebagai bangsa yang kaya akan keberagaman budaya, hasil perpaduan berbagai etnis dan agama yang hadir sejak berabad-abad lalu. Salah satu warisan berharga yang hingga kini masih dilestarikan adalah budaya China-Islam. Akulturasi antara tradisi Tionghoa dan nilai-nilai Islam tidak hanya menjadi bagian dari sejarah, tetapi juga hidup dalam keseharian masyarakat, khususnya di kawasan pesisir.
Jejak Sejarah China-Islam di Nusantara
Masuknya Islam ke Nusantara tidak dapat dilepaskan dari peran para pedagang Tionghoa muslim yang datang melalui jalur perdagangan pada abad ke-14 hingga 15. Catatan sejarah menyebutkan tokoh penting seperti Laksamana Cheng Ho dari Dinasti Ming yang berlayar ke berbagai wilayah Nusantara turut memperkenalkan ajaran Islam.
Selain itu, banyak tokoh Walisongo seperti Sunan Ampel dan Sunan Gunung Jati juga memiliki garis keturunan Tionghoa. Hal ini semakin memperkuat bukti bahwa budaya China-Islam sudah berakar dalam sejarah panjang penyebaran Islam di Indonesia
Warisan Arsitektur dan Seni
Salah satu bentuk nyata dari budaya China-Islam yang masih terjaga adalah arsitektur masjid. Sejumlah masjid tua di Indonesia memiliki desain yang memadukan unsur Tionghoa, seperti atap melengkung mirip kelenteng, ukiran naga atau bunga teratai, serta warna merah yang menjadi simbol keberuntungan.
Contohnya adalah Masjid Cheng Ho di Surabaya dan Palembang, yang dibangun dengan arsitektur khas Tionghoa namun tetap berfungsi sebagai rumah ibadah umat Islam. Masjid ini bukan hanya tempat beribadah, melainkan juga simbol harmoni antarbudaya.
Selain arsitektur, seni kaligrafi Tionghoa-Islam juga berkembang, terutama dalam bentuk tulisan Arab yang dipadukan dengan gaya lukisan khas Tionghoa. Seni ini masih dilestarikan melalui pameran budaya maupun komunitas Tionghoa Muslim.
Tradisi dan Perayaan
Budaya China-Islam juga tampak dalam tradisi masyarakat. Beberapa komunitas Tionghoa Muslim masih memadukan perayaan tahun baru Imlek dengan nuansa Islami, seperti doa bersama atau syukuran. Selain itu, tradisi kuliner juga memperlihatkan akulturasi, misalnya makanan halal khas Tionghoa seperti bakpao isi daging ayam atau sapi.
Di Semarang, komunitas Tionghoa Muslim secara rutin mengadakan kegiatan budaya di kawasan Pecinan dan Masjid Layur sebagai bentuk pelestarian identitas ganda mereka.
Identitas yang Terjaga
Sejumlah penelitian budaya menyebutkan bahwa keberadaan komunitas Tionghoa Muslim di Indonesia menjadi bukti nyata harmoni antar etnis dan agama. Budaya China-Islam bukan hanya sejarah, melainkan identitas hidup yang menunjukkan keterbukaan masyarakat Indonesia dalam menerima perbedaan.
Upaya pelestarian terus dilakukan oleh komunitas, pemerintah daerah, hingga lembaga kebudayaan agar generasi muda dapat mengenal dan menjaga warisan ini. Dengan begitu, budaya China-Islam tidak hanya bertahan, tetapi juga terus berkembang sebagai bagian dari khazanah budaya nasional.
Budaya China-Islam di Indonesia merupakan simbol toleransi, persatuan, dan kekayaan sejarah yang tak ternilai. Dari jejak arsitektur hingga tradisi kuliner, warisan ini tetap dilestarikan hingga kini sebagai pengingat bahwa keberagaman adalah kekuatan bangsa.