Mengenal Helicopter Parenting dan Dampaknya Pada Anak

Ciri dan dampak negatif helicopter parenting
Sumber :
  • https://www.freepik.com/free-photo/close-up-parents-sad-kid-therapy_21531771.htm#fromView=search&page=1&position=5&uuid=4e4f5c15-2292-4358-b41d-ab279575d583&query=parenting+ketat+

Lifestyle, VIVA Bali – Helicopter parenting adalah pola asuh ketika orang tua terlalu fokus mengawasi anak, bahkan ikut campur dalam urusan kecil sekalipun.

Biji Kopi Pupuan Sebagai Penanda Rasa dari Lereng Tabanan

Istilah ini pertama kali diperkenalkan psikolog Dr. Haim G. Ginott pada 1969, menggambarkan orang tua yang “mengitari” anak layaknya helikopter. Tujuannya memang melindungi, tetapi jika berlebihan justru bisa menghambat tumbuh kembang serta kesehatan mental anak.

Ciri-Ciri Helicopter Parenting

Banyak orang tua tidak sadar sudah menerapkan pola asuh helikopter. Niat awal biasanya sederhana, ingin memastikan anak bahagia dan terhindar dari kesalahan.

6 Drakor tentang Agen Rahasia dengan Alur Menegangkan

Namun, tanpa disadari orang tua justru mengambil alih hampir semua keputusan. Misalnya langsung membantu anak ketika menghadapi kesulitan, atau menentukan pilihan yang seharusnya bisa diputuskan anak sendiri.

Dampak Helicopter Parenting

Dampak pola asuh helikopter tidak bisa dianggap sepele. Anak yang tumbuh dengan pengawasan berlebih cenderung kehilangan kesempatan belajar dari kesalahan dan membangun kemandirian.

Minyak Kelapa Bali Sebagai Warisan yang Menyatu dengan Alam

Penelitian menunjukkan, pola ini dapat meningkatkan risiko stres, kecemasan, bahkan depresi karena anak merasa tidak pernah cukup baik.

Selain itu, anak bisa menjadi kurang percaya diri karena terbiasa bergantung pada keputusan orang tua. Di sisi lain, kontrol berlebihan juga bisa memicu sifat agresif, karena anak merasa terkekang. Dalam jangka panjang, mereka berisiko terlalu bergantung pada orang tua dan kesulitan mandiri ketika dewasa.

Cara Menghindari Helicopter Parenting

Menghindari helicopter parenting bukan berarti lepas tangan, tetapi memberi keseimbangan antara perhatian dan kebebasan. Caranya, ajak anak berdiskusi ketika menghadapi masalah, biarkan mereka memilih, dan hargai keputusan yang diambil. Dengan begitu, anak belajar memahami konsekuensi dan berpikir kritis.

Selain itu, orang tua perlu mengendalikan rasa cemas. Biarkan anak mencoba, gagal, lalu bangkit kembali. Pengalaman inilah yang akan membentuk karakter kuat, percaya diri, dan mandiri.

Helicopter parenting berawal dari niat baik, tetapi jika dilakukan berlebihan justru berdampak negatif pada anak. Dengan memberi ruang mandiri sekaligus dukungan yang sehat, orang tua dapat membantu anak tumbuh lebih tangguh dan siap menghadapi tantangan hidup.