Bagaimana Brigata Curva Sud Menjadi Pionir Evolusi Budaya Suporter Indonesia

Potongan budaya dalam riuh rendah suporter bola
Sumber :
  • https://unsplash.com/id/foto/kerumunan-orang-berdiri-di-sekitar-bendera-xkVfqvtu9I8?utm_content=creditShareLink&utm_medium=referral&utm_source=unsplash

Sepak Bola, VIVA Bali – Malam itu di Stadion Maguwoharjo, Sleman, tribun selatan berubah jadi lautan hitam. Asap suar menari di udara, spanduk raksasa terbentang, dan ratusan suara menyatu dalam chant “Forza Sleman”. Dari kejauhan, mungkin orang akan mengira ini adalah tribun Italia. Tapi tidak, adalah Brigata Curva Sud (BCS), sang pionir wajah baru suporter sepak bola Indonesia.

Indonesia Lumat Taiwan, Skuad Garuda Pamer Ketajaman Lini Serang

Fenomena ini menjadi sorotan penelitian Ade Tri Kusuma dari Universitas Islam Indonesia. Ia meneliti bagaimana BCS, sejak berdiri 2011, mengadopsi gaya ultras Eropa lalu meleburkannya dengan identitas lokal. Menciptakan kultur baru yang disebut kreolisasi, yang berarti lahir dari percampuran budaya asing dengan makna khas Sleman.

Dari YouTube ke Tribun

Generasi BCS adalah anak-anak digital. Mereka mengenal dunia ultras lewat YouTube, blog, hingga film Italia L’ultimo Ultras. Chant “Forza Milan” pun diubah menjadi “Forza Sleman”, lengkap dengan koreografi bendera dan pyro show. Media sosial, terutama Facebook, menjadi ruang belajar bersama, tempat berbagi video dan strategi dukungan.

Format Baru SEA Games 2025, Sepak Bola Hanya 4-5 Laga

“Dari grup virtual, kami belajar tentang koreografi, pakaian, sampai cara nyanyi. Semua bisa diakses,” ungkap salah satu anggota BCS dalam wawancara penelitian. Juga dari media sosial-lah, mereka dikenal melampaui batas nasional.

Antara Tiruan dan Ciptaan

Tentu saja, peniruan tidak selalu mulus. Pakaian parka tebal ala Eropa dipakai di iklim tropis membuat mereka jadi bahan olok-olok. Bahkan pernah, BCS mengibarkan bendera Italia dalam koreografi, dan dianggap kurang nasionalis oleh suporter lain.

Halaman Selanjutnya
img_title
Audio Journaling, Tren Self-Healing dengan Rekaman Suara