Waspada! Trauma Masa Kecil Sering Kembali di Usia 35–45 Tahun

Ilustrasi perempuan dewasa mengalami tekanan emosional
Sumber :
  • David Garrison/pexels.com

Kesehatan, VIVA Bali – Pernah merasa gelisah tanpa sebab saat memasuki usia 35–45 tahun? Atau tiba-tiba dihantui emosi yang sulit dijelaskan, meski hidup tampak baik-baik saja? Bisa jadi, kamu sedang menghadapi gejala krisis paruh baya yang dipicu oleh trauma masa kecil yang belum sembuh.

Liver Sehat Sampai Tua? Rahasianya Cuma di Pola Makan Ini

 

Menurut Alodokter, krisis paruh baya adalah kondisi psikologis yang kerap dialami di usia 35–45 tahun. Fase ini ditandai dengan keresahan terhadap pencapaian hidup, rasa takut akan masa depan, serta kecemasan yang tidak selalu punya pemicu jelas. Yang sering luput disadari, fase ini bisa memunculkan kembali luka emosional dari masa kecil, apalagi jika tidak pernah ditangani dengan tepat.

Benarkah Duduk Terlalu Lama Bisa Mengganggu Kesehatan Mental? Ini Penjelasannya

 

Sebuah jurnal ilmiah yang dipublikasikan oleh NCBI/PMC menyebutkan bahwa trauma masa kecil menyimpan jejak biologis dalam sistem saraf manusia. Walau seseorang tampak telah "move on", otak menyimpan pola respons stres ekstrem yang bisa aktif sewaktu-waktu. Ketika seseorang masuk usia paruh baya atau masa refleksi dan tekanan hidup, trauma yang dulu terkubur bisa kembali ke permukaan.

Sering Cemas Nunggu Hasil Tes Medis? Bisa Jadi Kamu Alami Scanxiety

 

Hal ini diamini oleh jurnal Frontiers in Psychiatry yang mengulas bagaimana pengalaman masa kecil membentuk struktur emosi dan fungsi otak. Di usia 35–45 tahun, ketika seseorang mulai mengevaluasi hidup, trauma lama yang berkaitan dengan rasa tidak aman, kehilangan, atau penolakan bisa muncul kembali dalam bentuk kecemasan, depresi, bahkan krisis identitas.

 

Penelitian yang dipublikasikan di ResearchGate menguatkan hal tersebut. Dalam meta-analisisnya, disebutkan bahwa Adverse Childhood Experiences (ACEs) seperti kekerasan fisik, pelecehan, dan pengabaian emosional sangat berisiko menyebabkan gangguan mental di usia dewasa. Efek trauma ini seringkali laten, baru muncul saat beban hidup meningkat, seperti fase usia 35–45 tahun.

 

Sementara itu, CDC (Centers for Disease Control and Prevention) menjelaskan bahwa ACEs bukan hanya tentang kekerasan fisik. Pola pengasuhan tanpa kasih sayang, lingkungan yang tidak stabil, atau kehilangan orang tua juga termasuk trauma yang berdampak jangka panjang. Semakin banyak ACEs yang dialami, semakin tinggi risiko seseorang mengalami depresi, kecemasan, bahkan penyalahgunaan zat di masa depan.

 

Tanda-Tanda Trauma Lama Kembali Terasa

Kalau kamu sedang berada di usia 30-an akhir atau awal 40-an dan merasa “tidak baik-baik saja”, mungkin ini saatnya lebih sadar akan sinyal tubuh dan emosi. Beberapa gejala yang mungkin muncul antara lain:

1. Merasaan cemas atau sedih yang tiba-tiba dan berulang

2. Emosi tidak stabil, mudah marah atau malah mati rasa

3. Ketakutan tidak jelas, fobia, atau panik berlebihan

4. Kesulitan membangun hubungan yang sehat dan suportif

5. Perilaku impulsif, kecanduan, atau merusak diri sendiri

6. Merasa lelah secara emosional dan mental terus-menerus

 

Jangan Khawatir, Ada Jalan Keluarnya

 

Kabar baiknya, luka lama bisa sembuh. Proses penyembuhan memang tidak instan, tapi sangat mungkin dilakukan dengan langkah yang tepat:

1. Kenali dan Terima: Akui bahwa kamu pernah mengalami pengalaman sulit di masa kecil. Kesadaran ini adalah langkah pertama.

2. Cari Bantuan Profesional: Terapi psikologis seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT) atau EMDR bisa sangat membantu memproses trauma masa lalu.

3. Bangun Dukungan Sosial: Teman, keluarga, atau komunitas yang suportif bisa menjadi tempat aman untuk berbagi.

4. Rawat Diri: Tidur cukup, makan bergizi, dan olahraga teratur sangat penting untuk mendukung stabilitas mental.

5. Bersabar: Penyembuhan adalah proses bertahap. Tidak perlu buru-buru, yang penting terus bergerak maju.

 

Trauma masa kecil bukan akhir dari segalanya. Dengan penanganan yang tepat, kamu bisa bebas dari belenggu luka lama dan menjalani hidup yang lebih utuh dan bahagia termasuk di fase rawan usia 35–45 tahun. Ingat, kamu tidak sendiri, dan bantuan selalu tersedia.