Mayantaka Carita, Inti Pertunjukan di Balik Bait-Bait Kuno Bali

Mayantaka juga punya Carita
Sumber :
  • https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Bratan_Bali_Indonesia_Balinese-family-after-Puja-01.jpg

Gumi Bali, VIVA Bali – Di antara debur gamelan dan bisikan mantra yang masih menggema di pura-pura tua Bali, tersimpan kisah lama yang nyaris terlupakan. Kisah itu tak hanya berbentuk legenda atau mitos, melainkan juga catatan halus tentang kehidupan seni pertunjukan masa lalu. Salah satu sumbernya adalah Kakawin Usana Bali Mayantaka Carita. Sebuah karya sastra yang tak sekadar bercerita, tetapi juga menari, bernyanyi, dan bergetar di antara larik-lariknya.

Rekomendasi Pasar Tradisional Yang Lengkap di Bali

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hendra Santosa, Dyah Kustiyanti, dan Ida Ayu Wayan Arya Satyani, Mayantaka Carita dibaca bukan semata sebagai teks, melainkan sebagai panggung budaya. Dari sana, mereka menelusuri bagaimana seni pertunjukan Bali kuna hidup di masa kerajaan Gelgel, masa keemasan ketika sastra, agama, dan kesenian menyatu erat dalam kehidupan masyarakat. “Karya sastra di masa Gelgel tidak berdiri sendiri,” tulis para peneliti itu, “ia merupakan cerminan dari dinamika kebudayaan, di mana pertunjukan menjadi cara masyarakat mengekspresikan nilai dan kepercayaan mereka.”

Lewat kajian teks, para peneliti menemukan bahwa Mayantaka Carita memuat banyak istilah dan gambaran tentang bentuk-bentuk pertunjukan. Entah itu tari, karawitan, dan/atau drama ritual. Musik disebut mengiringi upacara dan pementasan, tokoh-tokoh ditampilkan seperti pemain di atas panggung, dan suasana dihidupkan oleh bunyi-bunyian gamelan yang seolah berdenting dari balik baris-baris aksara. Dari sana tampak bahwa seni pertunjukan bukan sekadar hiburan, melainkan sarana komunikasi spiritual antara manusia, dewa, dan leluhur.

Megedong-gedongan, Tanda Awal Perjalanan Manusia dalam Tradisi Umat Hindu di Bali

Karya ini juga mencerminkan perpaduan antara warisan Majapahit dan kearifan lokal Bali. Setelah runtuhnya Majapahit, Bali memang menyerap pengaruh Jawa, namun tidak secara pasif. Masyarakat Bali menyesuaikan nilai, istilah, dan gaya pertunjukan agar sesuai dengan roh budayanya sendiri. Dalam Mayantaka Carita, pengaruh itu tampak pada bentuk narasi kakawin yang khas Jawa, tetapi diisi dengan jiwa ritual dan estetika Bali.

Para peneliti menekankan bahwa karya sastra seperti ini memiliki nilai historis yang luar biasa. Ia bukan hanya dokumen kesusastraan, tetapi juga arsip hidup seni pertunjukan. Semua tentang bagaimana alat musik dimainkan, bagaimana karakter diwujudkan, bahkan bagaimana masyarakat memaknai pertunjukan sebagai bagian dari upacara kehidupan. “Tradisi pentas dalam teks ini tidak hilang,” tulis Santosa dkk. “Ia bertransformasi, berpindah bentuk, dan tetap hidup dalam seni pertunjukan Bali modern, dari wayang hingga sendratari.”

Ngayah, Spirit Gotong Royong Ala Umat Hindu di Bali

Kini, ketika dunia hiburan modern semakin jauh dari akar tradisi, Mayantaka Carita memberi pesan lembut tentang pentingnya menengok kembali sumber budaya. Teks kuno itu mengingatkan kita bahwa setiap gerak tari, setiap denting gamelan, adalah gema dari masa lalu yang masih bernyanyi hingga kini. Lebih dari sekadar karya sastra, Mayantaka Carita adalah panggung waktu, tempat di mana sejarah, seni, dan spiritualitas berpadu menjadi satu narasi indah. Ia mengajarkan bahwa budaya bukan sesuatu yang beku, melainkan napas panjang yang terus mengalir dari leluhur ke generasi mendatang.