Mengenal Tari Lengger Lanang, Ketika Lelaki Menyuarakan Keanggunan
- https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Lengger_Lanang_Langgengsari.jpg
Budaya, VIVA Bali –Tari Lengger Lanang adalah versi unik dari tari Lengger khas Banyumas, dengan karakter cross-gender, di mana penari laki-laki menarikan gerak layaknya perempuan. Menurut informasi dari laman resmi PSP ISI Yogyakarta, tari ini belakangan semakin populer di kalangan anak muda Banyumas karena keberaniannya menyentuh isu gender sekaligus mempertahankan akar tradisi.
Dalam wawancara bersama RRI, seniman dan pelestari tari, Rianto, menjelaskan bahwa menjadi penari Lengger Lanang bukan sekadar mempelajari gerak. Ada proses spiritual yang harus dilalui, misalnya dengan melakukan puasa Senin-Kamis atau tapa pati geni. Tirakat ini dipandang sebagai cara mempersiapkan diri, bukan hanya fisik, tetapi juga batin. Dari sini terlihat bahwa tarian ini mengandung kedalaman makna yang lebih luas dari sekadar pertunjukan hiburan.
Secara gerak, Lengger Lanang menekankan keluwesan tubuh untuk meniru gestur perempuan. Seperti yang dijelaskan PSP ISI, tidak ada pakem baku yang membatasi gerak tarinya. Penari justru diberi ruang untuk berinovasi, bahkan menyisipkan elemen modern agar lebih relevan dengan penonton masa kini. Namun, tetap ada ciri khas seperti lenggak-lenggok tubuh yang lembut, ayunan tangan yang halus, serta ekspresi wajah yang menampilkan sisi feminim.
Kostum dan riasan dalam Lengger Lanang juga berfungsi sebagai bagian integral dari ekspresi seni. Penari memakai pakaian tradisional perempuan Jawa, lengkap dengan kain batik, selendang, tata rias wajah, hingga sanggul atau konde di kepala. Semua ini bukan sekadar bentuk “menyamar” sebagai perempuan, melainkan pernyataan artistik bahwa identitas dan ekspresi gender bisa dihidupkan lewat seni pertunjukan.
Di balik pertunjukannya yang indah, Lengger Lanang juga berfungsi sebagai ruang perlawanan kultural. Menurut PSP ISI, keberadaan tarian ini dapat dibaca sebagai kritik halus terhadap pandangan kaku soal gender. Dengan menghadirkan laki-laki yang berperan sebagai perempuan, tari Lengger Lanang menegaskan bahwa seni memiliki kebebasan untuk menembus batas identitas. Dalam arti lain, ia menjadi simbol keberanian Banyumas untuk merayakan keluwesan budaya, sekaligus memberi ruang aman bagi ekspresi yang berbeda dari norma arus utama.
Rianto menegaskan dalam wawancaranya bahwa Lengger Lanang telah dibawa ke berbagai panggung internasional. Upaya ini dilakukan untuk memperkenalkan tradisi Banyumas ke audiens dunia sekaligus membuka ruang diskusi tentang keberagaman budaya. Meski demikian, ia juga menyadari adanya tantangan berupa stigma sosial. Tidak semua orang bisa menerima konsep penari laki-laki yang menampilkan gerak feminin, sehingga penari kerap berhadapan dengan pandangan miring dari lingkungannya.
Meski begitu, semangat regenerasi tetap terjaga. Menurut PSP ISI, kelas-kelas Lengger Lanang kini semakin diminati, baik secara daring maupun luring. Generasi muda menunjukkan ketertarikan dan keberanian untuk ikut melestarikan tarian ini. Setiap kali tirai panggung dibuka, penari Lengger Lanang melangkah dengan gerak gemulai yang tidak hanya menghadirkan keindahan, tetapi juga menyampaikan pesan bahwa seni mampu merangkul keberagaman identitas dalam masyarakat.