Fenomena Plakat di Gunung Bali: Antara Eksistensi Komunitas Pendaki dan Kelestarian Alam
- https://www.instagram.com/p/DNkrU-6zrYQ/?img_index=3&igsh=ZGkwNGhlbHBucmc4
Bali, VIVA Bali – Fenomena baru tengah mencuri perhatian di kalangan pendaki gunung di Bali. Belakangan ini, puncak-puncak gunung di Pulau Dewata mulai dipenuhi dengan plakat bertuliskan nama komunitas, kelompok pendaki, hingga kata-kata motivasi.
Dilansir dari akun Instagram @pendakibali pada Sabtu, 4 Oktober 2025. Plakat-plakat tersebut umumnya ditinggalkan begitu saja setelah pendakian selesai, menumpuk di sekitar area puncak dan menimbulkan kekhawatiran akan dampak lingkungan.
Padahal, dalam etika dasar pecinta alam, ada prinsip penting yang seharusnya dijunjung tinggi: “Tidak mengambil apa pun kecuali foto, tidak meninggalkan apa pun kecuali jejak kaki, dan tidak membunuh apa pun kecuali waktu.” Sayangnya, kebiasaan meninggalkan plakat justru berseberangan dengan semangat pelestarian alam tersebut.
Pada awalnya, plakat digunakan sebagai alat dokumentasi atau simbol pencapaian ketika pendaki tiba di puncak gunung. Namun seiring waktu, tren ini berubah menjadi ajang eksistensi komunitas, di mana setiap kelompok ingin meninggalkan jejak fisik berupa papan identitas.
Beberapa gunung di Bali seperti Gunung Batur, Gunung Abang, dan Gunung Agung kini mulai menunjukkan dampak dari kebiasaan tersebut. Di beberapa titik, plakat-plakat logam dan kayu berjejer di area puncak, menutupi panorama alami yang seharusnya menjadi daya tarik utama gunung.
Komunitas pecinta alam di Bali kini mulai bersuara dan menyerukan gerakan “Bawa Turun Kembali” atau Take Your Sign Home. Gerakan ini mengajak para pendaki untuk tetap membawa pulang plakat yang digunakan sebagai properti foto setelah pendakian selesai.
Menurut Ketua Forum Pecinta Alam Bali (Forpal Bali), Ni Luh Ayu Pradnyani, tindakan sederhana seperti membawa kembali plakat bisa membantu menjaga kebersihan dan estetika puncak gunung.