Sakralnya Aruh Besar Bagi Masyarakat Dayak
- https://ppid.hulusungaiselatankab.go.id/wp-content/uploads/2025/07/514419260_1836909613524482_1701370499552446681_n.jpg
Tradisi, VIVA Bali –Di pedalaman Kalimantan Selatan, tepatnya di Desa Loklahong, Kecamatan Loksado, masyarakat Dayak masih menjaga sebuah ritual yang sarat makna. Sebuah tradisi yang sekaligus merupakan perayaan, Aruh Besar sebutannya. Perayaan adat ini digelar setelah panen padi, sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Pencipta sekaligus penghormatan kepada leluhur.
Bagi masyarakat Dayak, padi bukan sekadar makanan pokok, melainkan simbol kehidupan. Karena itu, setiap butirnya dianggap sakral dan patut dirayakan. Aruh Besar menjadi puncak dari seluruh rangkaian kegiatan bercocok tanam. Prosesi dimulai dengan doa bersama, penyajian sesajen, hingga ritual adat yang diiringi musik tradisional. Suasana berlangsung khidmat, penuh penghormatan, dan diwarnai kebersamaan.
Menurut penelitian Pratiwi di 2021 , Aruh Besar bukan hanya ritual spiritual, tetapi juga mekanisme sosial yang mempererat solidaritas masyarakat. Semua orang terlibat dalam persiapan acara adat ini. Laki-laki membantu mendirikan balai adat, perempuan menyiapkan hidangan, sementara tetua adat memimpin prosesi. Anak-anak pun ikut serta, menyerap nilai-nilai budaya dari orang tua mereka. Dengan demikian, Aruh Besar berfungsi sebagai media pendidikan generasi muda tentang adat, gotong royong, dan penghormatan terhadap alam.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Aruh Besar juga relevan dengan isu kontemporer. Di tengah modernisasi dan globalisasi yang kerap mengikis identitas lokal, tradisi ini menjadi penanda jati diri masyarakat Dayak. Ia adalah simbol keteguhan budaya, sekaligus bentuk perlawanan halus terhadap homogenisasi modern. Melalui Aruh Besar, masyarakat Dayak menegaskan bahwa adat tidak hanya hidup di masa lalu, melainkan juga terus berdampingan dengan perkembangan zaman.