Unan-Unan (Mayu Bumi), Ritual Lima Tahunan Suku Tengger untuk Menyucikan Desa
- https://www.instagram.com/p/BqrcnMcAPXa/?img_index=1&igsh=ZnR2cXBpNWY0eTNi
Tradisi, VIVA Bali –Suku Tengger di kawasan lereng Gunung Bromo, Jawa Timur, memiliki tradisi unik yang tidak hanya memuat nilai spiritual, tetapi juga menyatukan perhitungan waktu dengan penghormatan terhadap alam dan leluhur. Upacara Unan-unan, atau dikenal pula sebagai Mayu Bumi, merupakan ritual adat lima tahunan yang berfungsi sebagai sarana pembersihan desa, penyesuaian kalender tradisional, serta ungkapan syukur atas berkah dan keselamatan yang diterima masyarakat.
Istilah Unan-unan berasal dari bahasa Jawa kuna “una” yang berarti mengurangi atau memperpanjang. Dalam konteks ini, Unan-unan mengacu pada penyesuaian siklus bulan (Candra) dengan peredaran matahari (Surya) dalam kalender tradisional Tengger. Upacara ini menjadi momentum untuk “meluruskan” penanggalan, terutama ketika terjadi tahun panjang (tahun landhung atau Pahing), yang dianggap masa tidak baik untuk melaksanakan ritual pribadi berskala besar.
Selain fungsinya dalam penanggalan, Unan-unan dipercaya sebagai sarana untuk membersihkan desa dari gangguan makhluk halus (buta kala), menolak bala, dan memohon ampun bagi roh leluhur agar mendapat tempat yang lebih baik di alam baka.
Tujuan dan Makna Filosofis
Unan-unan mengandung makna mendalam bagi masyarakat Tengger:
- Penyesuaian Waktu: Menyelaraskan perhitungan bulan dalam kalender Candra-Surya agar selaras dengan peredaran matahari.
- Ungkapan Syukur: Wujud terima kasih kepada Sang Hyang Widi dan leluhur atas keamanan, rezeki, dan kesuburan tanah.
- Pembersihan Desa: Membersihkan kampung dari hal-hal buruk, penyakit, dan roh jahat demi ketenteraman bersama.
- Memohon Keselamatan dan Kesejahteraan: Doa ditujukan untuk kelimpahan hasil panen, kesehatan, dan keselamatan seluruh warga serta kelestarian alam.
Prosesi dan Puncak Ritual
Pelaksanaan Unan-unan membutuhkan persiapan panjang yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat:
1. Persiapan Awal
Warga mengumpulkan dana untuk membeli kerbau yang akan dijadikan sesaji. Persiapan ini biasanya dilakukan beberapa bulan sebelum upacara.
2. Penyembelihan Kerbau
Sehari sebelum puncak acara, seekor kerbau disembelih. Bagian kepala, kulit, dan kaki kerbau dihias indah sebagai lambang kekuatan dan pengorbanan.
3. Arak-arakan Sesaji
Kepala dan kulit kerbau yang telah dihias, bersama aneka sesaji seperti nasi, jajanan, buah, kemenyan, dan tumbuhan, diarak menuju Sanggar Pamujan, tempat pelaksanaan inti ritual.
4. Doa dan Mantra
Pandita atau dukun adat memimpin doa dengan melantunkan mantra yang dimulai dengan kalimat “Hong Pukulun” dan ditutup dengan “Pinika Pukulun”. Mantra berisi permohonan agar manusia terbebas dari bencana, mendapat keselamatan, dan leluhur diberi ketenangan di Nirwana.
5. Penutup Ritual
Kepala kerbau dikuburkan di area sanggar sebagai simbol penyucian dan pengorbanan. Dagingnya dibagikan kepada warga untuk diletakkan di lahan pertanian masing-masing agar tanah menjadi subur dan panen melimpah.
Bagi masyarakat Tengger, Unan-unan adalah tradisi luhur yang mempererat kebersamaan dan menegaskan hubungan harmonis dengan alam. Ritual ini juga menjadi warisan penting yang wajib dilestarikan generasi muda, bukan hanya karena nilainya yang sakral, tetapi juga sebagai identitas budaya yang memperkaya khazanah kearifan lokal Nusantara.