Eksistensi Tari Topeng Malangan di Tengah Budaya Modern

Ilustrasi keunikan kesenian Tari Topeng khas Malangan.
Sumber :
  • https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Tari_Topeng_Malangan_3.jpg

Budaya, VIVA Bali – Di Malang, ada satu tradisi seni yang sudah turun-temurun diwariskan, yaitu Tari Topeng Malangan. Kesenian ini bukan sekadar pertunjukan tari dengan topeng berwarna-warni, melainkan simbol identitas budaya masyarakat Malang. Melalui gerakan tubuh, iringan musik, dan ekspresi topeng, nilai sejarah dan filosofi hidup masyarakat ikut disampaikan kepada penonton.

Menjaga Warisan Laut Lewat Tradisi Hajat Laut Pangandaran

Salah satu penelitian dari Universitas Negeri Surabaya menekankan bahwa pewarisan Tari Topeng Malangan masih berjalan alami lewat metode learning by doing. Di sanggar-sanggar tradisional, masyarakat belajar langsung cara membuat topeng, berlatih menari, hingga mendalami makna filosofis yang terkandung dalam cerita yang dibawakan. Cara belajar ini tidak kaku, melainkan membiarkan peserta, baik warga lokal maupun pendatang dari luar daerah, menyerap tradisi secara langsung melalui praktik. Dari sini, nilai kesabaran, kerja sama, dan rasa cinta budaya ikut terinternalisasi.

Di sisi lain, penelitian dari Universitas Negeri Malang menunjukkan bahwa pemerintah juga berperan penting dalam melestarikan Tari Topeng Malangan. Upaya yang dilakukan antara lain menjadikannya sebagai ikon kota, menampilkannya dalam berbagai acara resmi, dan memberikan dukungan pada komunitas seni. Walaupun begitu, masih ada tantangan yang dihadapi, seperti keterbatasan fasilitas sanggar, jumlah pementasan yang belum banyak, hingga partisipasi generasi muda yang belum konsisten.

Makan Patita Dari Meja Panjang Hingga Ikatan Persaudaraan Orang Maluku

Tari Topeng Malangan menyimpan nilai-nilai yang mendalam. Setiap topeng yang digunakan dibuat dengan ketelitian tinggi, biasanya dari kayu pilihan yang cukup keras agar tahan lama. Warna, bentuk, hingga detail ukiran tidak hanya mempercantik tampilan, tetapi juga menggambarkan karakter dan cerita tertentu, seperti kisah Panji yang terkenal di Jawa. Dengan begitu, setiap pertunjukan selalu menghadirkan lebih dari sekadar hiburan visual, melainkan juga narasi sejarah dan moral.

Tradisi ini jelas masih hidup, namun keberlangsungannya tidak bisa dianggap remeh. Seperti yang disoroti oleh para peneliti, pelestarian budaya tidak cukup hanya dengan seremoni sesaat, melainkan perlu dukungan berkelanjutan dari masyarakat, komunitas seni, hingga pemerintah. Tanpa itu, Tari Topeng Malangan berisiko hanya menjadi kenangan, bukan praktik nyata yang terus hidup.

Dayah Aceh, Pendidikan, dan Falsafah Abadi

Bagi masyarakat Malang, tarian ini bukan sekadar seni pertunjukan, melainkan bagian dari jati diri mereka. Selama ada ruang untuk belajar, berlatih, dan menampilkan karya, Tari Topeng Malangan akan tetap bertahan. Yang terpenting, generasi muda perlu terus diajak terlibat agar seni tradisional ini tetap relevan di tengah arus budaya modern.