3 Makanan Khas Bali yang Sarat Makna Spiritual dan Filosofi Hidup
- https://ms.pngtree.com/freebackground/lemongrasstopped-grilled-ground-chicken-with-luscious-curry-paste-and-coconut-cream-photo_10851163.html
Gumi Bali, VIVA Bali – Bali tidak hanya memesona lewat keindahan alam dan kekayaan budayanya, tetapi juga melalui kuliner khas yang sarat makna dan filosofi. Banyak makanan tradisional Bali hadir bukan sekadar untuk dinikmati lidah, melainkan sebagai bagian dari ritual dan kepercayaan spiritual masyarakat, terutama dalam berbagai upacara adat. Di balik rasa yang kaya rempah dan penyajian yang unik, tersimpan filosofi hidup, mulai dari nilai kebersamaan, penghormatan terhadap leluhur, hingga keseimbangan antara manusia dan alam.
Berikut ini tiga makanan khas Bali yang memiliki makna mendalam dalam budaya lokal.
1. Ayam Betutu sebagai Persembahan Penuh Kesabaran
Dikenal sebagai salah satu kuliner ikonik Bali, ayam betutu bukan sekadar sajian nikmat, melainkan juga simbol spiritualitas dan kesabaran. Hidangan ini lazim disajikan dalam upacara keagamaan seperti Dewa Yadnya, persembahan kepada Ida Hyang Widhi Wasa. Proses memasaknya yang perlahan dan penuh ketekunan menjadi cerminan sikap masyarakat Bali dalam menyambut momen-momen sakral yang tenang, penuh rasa hormat, dan tidak tergesa-gesa.
Daging ayam atau bebek dibumbui dengan base genep dan wewangenan, lalu dibungkus daun pisang dan dimasak dalam api sekam selama 8–10 jam. Metode memasak tradisional ini membutuhkan kesabaran tinggi demi menghasilkan aroma dan tekstur yang sempurna. Dipopulerkan oleh Ni Wayan Tempeh pada tahun 1976, ayam betutu kini dikenal luas, namun tetap memegang nilai-nilai asli yang menyatu antara rasa dan makna.
2. Lawar sebagai Simbol Keharmonisan dalam Keberagaman
Lawar adalah salah satu makanan tradisional Bali yang unik karena menggunakan darah hewan dan daging setengah matang yang dicampur dengan bumbu khas serta sayuran tertentu. Ada berbagai jenis lawar, seperti Lawar Penyu, Lawar Nangka, hingga Lawar Putih yang tidak mengandung darah. Makanan ini sering disajikan dalam pesta adat dan hanya bertahan setengah hari karena kandungan darah segarnya.
Lebih dari sekadar kuliner, lawar memiliki makna simbolis yang mendalam. Warna merah pada darah melambangkan Dewa Brahma, putih pada kelapa melambangkan Dewa Iswara, dan hitam pada terasi mewakili Dewa Wisnu. Komposisi warna dan rasa yang beragam mencerminkan nilai keharmonisan dalam perbedaan, menjadikan lawar sebagai simbol keseimbangan spiritual dan sosial dalam budaya Bali.
3. Sate Lilit sebagai Simbol Persatuan dan Kejantanan Lelaki Bali
Sate lilit adalah kuliner khas Bali yang tidak hanya lezat, tetapi juga sarat makna budaya. Awalnya disajikan dalam upacara adat seperti Galungan dan Kuningan, sate lilit menjadi wujud penghormatan kepada para Dewa. Nama lilit sendiri berarti membungkus atau mengelilingi, melambangkan nilai persatuan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Bali. Daging cincang yang dibumbui dan dililitkan ke batang serai atau bambu pipih mencerminkan kebersamaan dan keharmonisan.
Menariknya, proses pembuatan sate lilit untuk keperluan upacara dilakukan oleh kaum laki-laki, dari menyembelih hingga memanggang. Tradisi ini menjadi simbol kejantanan dan tanggung jawab sosial bagi pria Bali. Kini, sate lilit hadir dalam berbagai varian seperti ayam dan ikan, dan tetap populer karena aroma rempahnya yang khas. Bahkan, dikutip dari laman kliknusae.com, sate lilit berhasil masuk dalam daftar 50 jajanan terbaik dunia versi CEOWORLD.
Makanan khas Bali bukan sekadar soal rasa, tapi juga cerita tentang kehidupan, kepercayaan, dan nilai-nilai yang dijunjung turun-temurun. Melalui hidangan seperti ayam betutu, lawar, dan sate lilit, masyarakat Bali merayakan keharmonisan, ketekunan, dan ikatan sosial dalam setiap gumpalan rempah dan suapan nasi. Menikmati kuliner Bali adalah cara sederhana untuk memahami tradisi, ritual, dan nilai hidup masyarakat Bali.