Misteri Mayat Tak Dikubur di Desa Trunyan Bali
- Sumber: https://pin.it/3SeOsoKLj
Gumi Bali, VIVA Bali –Di balik keindahan alam Bali yang memukau, terdapat sebuah desa terpencil yang menyimpan tradisi pemakaman unik dan penuh misteri. Desa Trunyan, terletak di tepi timur Danau Batur, Kabupaten Bangli, dikenal luas karena praktik pemakaman yang berbeda dari kebanyakan tradisi Bali. Di sini, mayat tidak dikubur atau dikremasi, melainkan dibiarkan membusuk secara alami di bawah pohon sakral yang dipercaya memiliki kekuatan magis.
Tradisi ini dikenal dengan sebutan “Mepasah” dalam bahasa Bali. Dalam prosesi ini, mayat dibaringkan di atas tanah, dibungkus kain putih, dan diletakkan dalam struktur bambu membentuk semacam prisma mengelilingi tubuh bernama ancak saji. Wajah jenazah sengaja dibiarkan terbuka, dan tubuhnya tidak dikubur. Hal ini memungkinkan proses pembusukan alami terjadi secara perlahan, tanpa campur tangan manusia. Hal yang mengejutkan, meskipun banyak mayat dibiarkan membusuk, kawasan pemakaman tidak menimbulkan bau busuk yang menyengat.
Rahasia di balik aroma yang tetap segar di area pemakaman adalah keberadaan pohon Taru Menyan. Pohon ini memiliki panggilan lain yaitu “pohon harum” yang dipercaya masyarakat setempat mengeluarkan aroma kuat yang mampu menetralkan bau mayat. Letaknya yang berada di dekat area pemakaman menjadikan pohon ini sebagai bagian penting dalam ritual Mepasah, serta simbol keterikatan antara alam dan tradisi leluhur.
Namun, tidak semua orang dapat dimakamkan dengan cara ini. Hanya mereka yang meninggal secara wajar, telah menikah, dan memiliki tubuh utuh yang berhak dimakamkan di lokasi utama bernama Sema Wayah. Sementara itu, mereka yang belum menikah dimakamkan di area berbeda bernama Sema Muda. Jika seseorang meninggal akibat kecelakaan atau sebab tidak wajar, maka ia akan dimakamkan di Sema Bantas.
Tradisi ini juga menyimpan larangan khusus. Salah satunya adalah kehadiran wanita dalam prosesi pemakaman. Masyarakat Trunyan percaya bahwa jika wanita ikut menyaksikan ritual, hal buruk seperti gempa atau bencana alam bisa terjadi. Karena itu, seluruh rangkaian pemakaman dilakukan oleh kaum pria, dari awal hingga akhir. Namun, wanita diperbolehkan datang ke pemakaman dengan catatan tidak ada prosesi pemakaman saat itu.
Legenda yang berkembang di kalangan masyarakat setempat menyebutkan bahwa tradisi Mepasah berasal dari upaya seorang raja menjaga pohon Taru Menyan agar tidak menarik perhatian orang luar. Wangi pohon tersebut dikisahkan sangat kuat hingga tercium hingga ke luar desa. Untuk menyamarkannya, sang raja memutuskan agar jenazah warga dibiarkan membusuk di bawah pohon tersebut, sehingga aroma busuk dapat menutupi harum yang memikat.
Kini, desa Trunyan dikenal sebagai “Pulau Tengkorak” karena banyaknya tengkorak manusia yang tersusun rapi di kawasan pemakaman. Meski letaknya terpencil dan hanya bisa dijangkau dengan menyeberangi Danau Batur menggunakan perahu, Trunyan berhasil menarik minat wisatawan dengan menggunakan pemandu wisata.