Kasus Dugaan Pemalsuan Sertifikat IMDG Code, Kuasa Hukum Desak Polda NTB Gelar Perkara

Kuasa Hukum M. Musannif Aditya Kurnia Desa Syarifuddin
Sumber :
  • Ramli Ahmad / VIVA Bali

Mataram, VIVA Bali –Kasus dugaan  pemalsuan sertifikat International Maritime Dangerous Goods (IMDG) Code kini pendalaman kasus setelah dilaporkan oleh M. Musannif Aditya Kurnia Desa melalui kuasa hukumnya, Muhammad Syarifuddin, perkara ini telah mendapatkan atensi serius dari jajaran Direktorat Reserse Pidana Umum (Ditreskrimum) Polda NTB.

Polda NTB Tetapkan 20 Tersangka Kasus Pengerusakan dan Penjarahan Saat Unjuk Rasa 30 Agustus

Sebagai tindak lanjut, Polda NTB telah memberikan mandat kepada Polres Sumbawa Barat untuk mengusut tuntas dugaan rekayasa, pemalsuan, serta penyalahgunaan sertifikat IMDG Code tersebut.

"Kasus ini sudah menjadi atensi Polda, dan saat ini sedang didalami oleh penyidik di Polres Sumbawa Barat. Mengingat sertifikat yang diduga dipalsukan merupakan dokumen internasional resmi yang diterbitkan lembaga di bawah Kementerian Perhubungan RI, maka penanganannya tidak bisa dianggap sepele," jelas Muhammad Syarifuddin, kuasa hukum pelapor, pada Kamis 18 September 2025.

Satuan Brimob Polda NTB Gelar Latihan Kesiapsiagaan, Cipta Kondisi Jelang MotoGP 2025

Kasus ini dugaan keterlibatan bukan hanya dari individu pemegang sertifikat, namun juga menyeret pihak otoritas Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kelas II Benete, Sumbawa Barat. Diduga, sertifikat palsu tersebut telah diloloskan untuk digunakan dalam kegiatan perusahaan keagenan kapal batu bara, sehingga berpotensi mengancam keamanan operasional di pelabuhan.

Menurut kuasa hukum pelapor, dugaan tindak pidana ini dilakukan secara bersama-sama dengan sengaja, demi kepentingan bisnis besar. Saat ini, penyidik telah berkoordinasi dengan saksi ahli serta bersurat ke Politeknik Pelayaran (Poltekpel) Banten, sebagai lembaga resmi penerbit sertifikat dimaksud.

Polda NTB Nyatakan Siap Amankan Gelaran MotoGP Mandalika 2025

Mengacu pada Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 pasal 31 ayat 2, penyelesaian perkara dibatasi dengan tenggat waktu tertentu, 30 hari untuk kasus ringan, 60 hari untuk kasus sedang, 90 hari untuk kasus sulit, dan 120 hari untuk perkara sangat sulit.

"Kasus ini sudah berlangsung lebih dari dua bulan, padahal secara kategori termasuk tindak pidana ringan. Kami mendesak pihak kepolisian untuk segera menaikkan status perkara ini ke tahap penyidikan. Jangan sampai ada pengulur-uluran waktu," tegas Syarifuddin.

Halaman Selanjutnya
img_title