Pemkot Mataram Pilih Mesin Insinerator Untuk Atasi Sampah Jangka Panjang
- Ramli Ahmad/ VIVA Bali
Mataram, VIVA Bali –Masalah sampah di Kota Mataram, NTB, terus menjadi sorotan utama seiring penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebon Kongok beberapa bulan lalu. Penutupan TPA ini telah menyebabkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram kesulitan dalam mengelola pembuangan sampah sementara. Kejadian ini menandakan perlunya solusi yang lebih permanen agar masalah serupa tidak terulang mengingat kapasitas lahan pembuangan di TPA Kebon Kongok terbatas.
Sebagai langkah antisipasi, Pemerintah Kota Mataram berencana untuk menganggarkan pembelian mesin insinerator. Rencana ini bertujuan untuk mengurangi volume sampah yang dihasilkan oleh warga Mataram, yang saat ini mencapai 220 ton per hari.
“Pemerintah berencana untuk menganggarkan pembelian dua unit insinerator tahun ini, sambil mengaktifkan satu insinerator yang ada di rumah sakit kota yang akan dipindahkan ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) lama di Sandubaya,” ungkap Vidi Vartisan, Kabid Pengolahan Sampah, saat diwawancarai oleh Bali.viva.co.id. Selasa, 10 Juni 2025.
Vidi menjelaskan, jika ketiga insinerator tersebut dapat berfungsi dengan baik, maka volume sampah yang dikirim ke TPA Kebon Kongok akan berkurang secara signifikan. Selain pengurangan volume sampah, penggunaan insinerator ini juga diharapkan dapat menurunkan biaya operasional pengangkutan sampah. “Biaya operasional untuk pengangkutan juga bisa lebih efisien,” ujarnya.
Walikota Mataram, Mohan Roliskana, berharap setiap kecamatan di Mataram akan memiliki satu insinerator untuk menangani pengelolaan sampah secara lokal. Dengan cara ini, diharapkan proses pengelolaan sampah menjadi lebih terintegrasi dan efisien.
Vidi menambahkan sistem kerja insinerator beroperasi berdasarkan prinsip pembakaran limbah pada suhu tinggi. Pembakaran yang optimal memastikan limbah terurai menjadi abu, gas, dan uap, sehingga mengurangi volume limbah sekaligus menghilangkan zat berbahaya. Proses ini juga memerlukan kontrol suhu yang ketat serta sistem pengelolaan gas buang untuk memastikan emisi yang dihasilkan ramah lingkungan.
“Selama operasional, kualitas udara akan dipantau setiap bulan, dan hasil pembakaran yang berupa abu akan dimanfaatkan menjadi batako,” jelas Vidi.