Megengan Jejak Budaya Islam dan Jawa Sambut Ramadan

Acara Megengan Sambut Ramadhan.
Sumber :
  • https://www.instagram.com/p/BxBUqbNh17O/?igsh=bm10c3JrNHprcHhi

Budaya, VIVA Bali – Setiap menjelang bulan Ramadan, masyarakat Jawa memiliki tradisi khas yang disebut Megengan. Tradisi ini bukan sekadar acara berkumpul atau makan bersama, melainkan sebuah warisan budaya hasil perpaduan nilai-nilai Jawa dan ajaran Islam yang sarat makna spiritual.

Tradisi Jamasan Pusaka Keraton Yogyakarta Menjadi Ritual Sakral Pembersihan Warisan Leluhur

Secara etimologis, kata Megengan berasal dari kata megeng yang berarti menahan. Makna ini sejalan dengan inti ibadah puasa, yaitu menahan hawa nafsu dan mengendalikan diri. Tradisi Megengan diyakini sudah ada sejak masa penyebaran Islam oleh Wali Songo, terutama pada era Kerajaan Demak. Kala itu, para wali menyisipkan ajaran Islam melalui budaya lokal, sehingga mudah diterima masyarakat.

Sejarah dan Perkembangan

Megengan lahir dari akulturasi antara budaya Jawa dan nilai Islam. Wali Songo menggunakan pendekatan budaya untuk memperkenalkan makna Ramadan kepada masyarakat. Dalam praktiknya, Megengan biasanya dilaksanakan pada pertengahan hingga akhir bulan Syaban (dikenal juga dengan bulan Ruwah), tepat beberapa hari sebelum memasuki Ramadan.

Tradisi Mahesa Lawung di Keraton Surakarta, Harmoni Budaya dan Spiritual Jawa

Meski zaman terus berkembang, tradisi ini masih dilestarikan, terutama di wilayah pedesaan. Di kota besar, pelaksanaannya mungkin lebih sederhana, namun esensi utamanya tetap sama: persiapan spiritual dan sosial menyambut bulan suci.

Prosesi Pelaksanaan

Rangkaian acara Megengan dimulai dari ziarah kubur, di mana masyarakat berdoa dan membersihkan makam leluhur sebagai bentuk penghormatan. Setelah itu, acara berlanjut dengan doa bersama, biasanya berupa pembacaan tahlil dan surat Yasin yang dipimpin oleh tokoh agama atau sesepuh desa.

Halaman Selanjutnya
img_title
Primbon, Warisan Mistik atau Panduan Kehidupan?