Bukan Sekadar Batuk! Ini Dampak Polusi Udara yang Bisa Fatal bagi Kesehatan
- https://www.pexels.com/photo/running-children-wearing-gas-mask-8936834/
Kesehatan, VIVA Bali – Kualitas udara di Jakarta dan kota besar lainnya semakin mengkhawatirkan. Paparan polusi udara, baik di dalam maupun luar ruangan, terbukti membawa dampak serius pada kesehatan di semua kelompok usia, mulai dari janin dalam kandungan hingga lanjut usia (lansia).
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengungkapkan bahwa lonjakan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) menjadi indikator nyata memburuknya kualitas udara.
"Saat ini pemantauan data yang dapat mewakili penyakit akibat kualitas udara buruk adalah data ISPA," ujar Aji Muhawarman, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes dalam diskusi kesehatan di Jakarta, Rabu, 30 Juli 2025, dikutip dari Antara.
Aji menjelaskan bahwa dampak polusi udara tidak hanya sebatas batuk atau pilek. Berikut risiko kesehatan yang mengintai setiap kelompok usia:
- Ibu hamil: risiko melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) meningkat, begitu juga potensi kelahiran prematur, gangguan pertumbuhan janin, hingga lahir mati.
- Bayi: rentan mengalami cacat tabung saraf serta gangguan pertumbuhan fisik.
- Anak-anak dan remaja: lebih berisiko terkena asma, ISPA, penyakit jantung, gangguan paru, hingga resisten insulin.
- Lansia: paparan polusi dapat memicu stroke, penyakit kardiovaskular, bronkitis kronis, kerusakan DNA, dan memperburuk penyakit paru kronis.
"Polusi udara bisa berdampak pada seluruh fase kehidupan kita," tegas Aji.
Polusi udara ternyata bukan hanya berasal dari luar ruangan. Kompor kayu bakar, asap rokok, dan produk rumah tangga berbahan kimia kerap menjadi sumber pencemaran udara dalam rumah.
Sedangkan di luar ruangan, sumber utamanya adalah asap kendaraan bermotor, proses industri, dan kebakaran hutan.
Data Kemenkes menunjukkan hubungan yang kuat antara kualitas udara buruk dan kasus ISPA di Jakarta. Sejak tahun 2022 hingga 2025, konsentrasi polutan PM2.5 rata-rata berada di atas ambang batas 25 mikrogram per meter kubik yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
- Juni 2025: konsentrasi polutan tertinggi mencapai 46,6 mikrogram/m³.
- Maret 2025: konsentrasi terendah sebesar 22,6 mikrogram/m³.
Ironisnya, pada bulan Maret saat polusi terendah jumlah kasus ISPA justru paling tinggi, mencapai 293.852 kasus. Pada bulan Juni, meski kasus turun menjadi 172.206 kasus, angka ini tetap mengkhawatirkan.
Sementara itu, data IQAir pada Rabu (12.15 WIB) menunjukkan kualitas udara Jakarta berada di angka 63 dengan konsentrasi PM2.5 15,9 mikrogram/m³, atau 3,2 kali lebih tinggi dari standar tahunan WHO. Jakarta pun menduduki peringkat ke-59 kota besar paling berpolusi di dunia.
Kemenkes mengajak masyarakat untuk melakukan langkah pencegahan guna meminimalkan risiko paparan polusi udara, antara lain:
- Pantau kualitas udara menggunakan aplikasi pemantau udara.
- Kurangi aktivitas di luar ruangan ketika kualitas udara memburuk.
- Gunakan masker saat beraktivitas di luar rumah.
- Gunakan penjernih udara di dalam rumah serta pastikan ventilasi memadai.
- Hindari sumber polusi, seperti asap rokok dan pembakaran sampah.
- Jaga pola hidup sehat untuk memperkuat daya tahan tubuh.
"Perubahan kecil di rumah bisa berdampak besar. Jangan anggap sepele polusi udara, karena taruhannya adalah kesehatan keluarga," pesan Aji.
Polusi udara adalah ancaman nyata yang mengintai setiap hari. Melindungi diri dan keluarga sejak dini adalah langkah terbaik agar terhindar dari dampak kesehatan yang fatal.