Quba, Masjid Pertama yang Dibangun Rasulullah
- https://www.pexels.com/photo/masjid-quba-in-saudi-arabia-8865161/
“Dirar adalah pelajaran penting. Ketika tempat suci dijadikan alat politik, maka ruh agama hancur. Rasulullah bahkan memerintahkan masjid itu dihancurkan,” tegas Oman.
Kontras antara Quba dan Dirar bukan hanya soal arsitektur, tapi soal niat. Quba dibangun atas dasar cinta, keikhlasan, dan persaudaraan. Dirar dibangun atas dasar ambisi, manipulasi, dan perpecahan. Dua simbol yang harus terus dibaca bersama agar umat Islam tidak mengulangi kesalahan masa lalu.
Pembangunan Masjid Quba tak bisa dipisahkan dari lahirnya Piagam Madinah, sebuah dokumen sosial-politik yang menjadi dasar masyarakat multikultural yang damai dan adil. Piagam ini menjamin kebebasan beragama, kerja sama antarkelompok, dan kesetaraan hak warga Madinah, baik Muslim maupun non-Muslim.
“Masjid Quba dan Piagam Madinah ibarat dua sisi dari mata uang yang sama. Satunya membangun spiritualitas, satunya membangun struktur sosial. Keduanya lahir dari nilai yang sama: persatuan dan keadilan,” kata Oman.
Masjid Quba bukan hanya milik sejarah Arab. Nilai-nilainya juga sangat hidup dalam semangat bangsa Indonesia. Gotong royong, musyawarah, toleransi, dan kepedulian sosial adalah wajah dari “Quba-Quba” yang hidup di Tanah Air.
“Indonesia dibangun di atas semangat kolektif. Nilai-nilai yang juga diajarkan Rasulullah saat membangun Quba. Kita perlu terus merawat ruang-ruang sosial seperti itu di masyarakat,” ujar Oman.
Menurutnya, umat Islam Indonesia bisa menjadikan Masjid Quba sebagai inspirasi. Tidak hanya sebagai tempat berziarah saat haji atau umrah, tetapi sebagai simbol perjuangan bersama, tempat semua golongan bisa bertemu dan bekerja untuk kebaikan bersama.