Ramu dan Ilmu di Surau Syattariyah Pariangan
- https://unsplash.com/id/foto/orang-menggiling-mortar-dan-alu-bd_fCZhy_W8?utm_content=creditShareLink&utm_medium=referral&utm_source=unsplash
Tradisi, VIVA Bali –Di kaki Gunung Marapi, Nagari Pariangan berdiri seperti halaman kitab yang tak pernah selesai dibaca. Desa ini kerap disebut sebagai “desa terindah di dunia”, namun keindahannya bukan hanya soal panorama sawah bertingkat atau rumah gadang yang berdiri anggun. Di balik dinding kayu sebuah surau tua, tersimpan lembar-lembar kertas rapuh yang berusia ratusan tahun. Itulah naskah kuno Syattariyah, warisan tarekat yang sejak lama menjadi nadi kehidupan masyarakat.
Ketika membuka naskah itu, kita tidak hanya menemukan doa, wirid, atau ajaran tasawuf. Ada resep ramuan. Ada petunjuk bagaimana menyembuhkan sakit perut, mengobati demam, bahkan menangkal gangguan makhluk halus. Seolah-olah, surau ini bukan sekadar tempat sembahyang, melainkan juga apotek tradisional yang meramu iman dengan ilmu.
Penyakit yang Tak Sekadar Fisik
Masyarakat Pariangan, sebagaimana tercatat dalam naskah, memandang penyakit sebagai dua sisi. Ada yang berasal dari tubuh, ada pula dari dunia yang tak kasat mata. Sakit kepala, bisa saja karena masuk angin, tapi bisa juga karena ada roh yang mengganggu. Maka penyembuhan tidak cukup dengan jamu atau pijat, harus ada doa dan wirid yang mengiringinya.