Pertunjukan Calonarang Bali, Teater Magis yang Penuh Pesan Moral

Ilustrasi pertunjukan teater Calonarang oleh Bengkel Tari Ayu Bulan
Sumber :
  • https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Satua_Calonarang_performance_by_AyuBulan_Legong_Dance_Group,_International_Conference_on_Feminism,_2016-09-24_14.jpg

Budaya, VIVA BaliBali bukan hanya dikenal lewat pantai dan pura, tetapi juga lewat pertunjukan seni yang sarat makna spiritual. Salah satunya adalah Calonarang, sebuah seni pertunjukan legendaris yang menggabungkan mitos, drama, dan ritual sakral. Cerita Calonarang bukan sekadar hiburan, melainkan juga kisah tentang kebaikan dan kejahatan yang berkelindan dalam kehidupan manusia.

Labuh Laut Larung Sembonyo, Warisan Budaya Nelayan Prigi yang Memikat Wisatawan

Pertunjukan ini berangkat dari kisah seorang janda sakti bernama Calonarang. Ia digambarkan memiliki ilmu hitam dan menebarkan teror, terutama setelah merasa terhina karena putrinya, Ratna Mangali, tidak ada yang berani melamar. Konflik semakin memanas ketika Empu Bharadah, seorang pertapa suci, turun tangan untuk mengalahkannya. Kisah ini kemudian diolah dalam bentuk seni pertunjukan dengan elemen magis, musik gamelan, tarian, hingga perwujudan sosok-sosok menyeramkan. Menurut catatan Desa Belok Sidan, pementasan Calonarang kerap digelar dalam upacara keagamaan seperti piodalan di pura, sehingga nuansa sakral terasa kental di dalamnya.

Namun, Calonarang bukan hanya sebuah cerita seram. Ia juga merefleksikan ketegangan abadi antara dharma (kebenaran) dan adharma (kegelapan). Di balik sosok menakutkan Calonarang, tersimpan pesan moral bahwa penyalahgunaan kekuatan dan ilmu pengetahuan hanya akan membawa kehancuran. Dalam konteks ini, Calonarang lebih dari sekadar drama rakyat: ia adalah pengingat tentang pentingnya keseimbangan dalam hidup.

Menggali Filosofi Ruwatan dalam Tradisi Rasulan Tepus Gunungkidul

Menurut Perpustakaan Digital Budaya Indonesia, pertunjukan ini terdiri dari tiga unsur besar: Babarongan (Barong Ket, Rangda, Celuluk), Pagambuhan (Condong, Putri, Patih Manis/Panji, dan Patih Keras/Pandung), serta Palegongan yang melibatkan murid-murid atau sisi-sisi-ya. Pengiring musiknya bisa berupa gamelan Semar Pagulingan, Bebarongan, atau Gong Kebyar. Tempat pementasannya biasanya dekat kuburan (Pura Dalem), dilengkapi balai tinggi (trajangan atau tingga), dan pohon pepaya sebagai bagian dari setting sakral.

Pertunjukan ini juga memperlihatkan peran seni sebagai ruang interaksi sosial. Masyarakat yang menonton tidak hanya sekadar menikmati tontonan, tetapi juga mengambil bagian dalam ritual bersama. Kehadiran penonton memberi energi bagi jalannya pertunjukan, sekaligus memperkuat ikatan budaya yang diwariskan lintas generasi.

Humor dan Kritik Sosial di Panggung Teater Lenong Betawi

Calonarang membuktikan dirinya sebagai tradisi yang kompleks. Ia adalah seni, mitos, sekaligus doa yang diwujudkan dalam tarian dan musik. Calonarang tidak pernah statis, ia terus bertransformasi tanpa kehilangan akar sakralnya. Dan mungkin inilah rahasia mengapa pertunjukan ini masih memikat hati banyak orang hingga hari ini: karena ia bicara tentang sesuatu yang sangat manusiawi, ketakutan, kekuasaan, dan pencarian keseimbangan hidup.