Merdu Tembang di Balik Kesakralan Pitra Yajna

Mendengar dewata lewat lantunan dan sayup sakral
Sumber :
  • Christopher Jayanata/ https://pixabay.com/users/christopher1710-2854510/?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=4319964

Tradisi, VIVA BaliMusik dan suara bukan hanya seni di Bali, melainkan doa yang hidup. Setiap denting gamelan, setiap bait tembang, selalu mengandung makna religius yang mendalam. Salah satu upacara besar yang memperlihatkan peran penting tembang adalah Pitra Yajna, sebuah ritual untuk menghormati dan menyucikan roh leluhur agar mencapai kedamaian.

Mengenal Tradisi Kenduri Air Hujan, Warisan Budaya yang Sarat Makna

 

Suasana Pitra Yajna kerap diwarnai dengan kidung dan kakawin yang dilantunkan dengan penuh penghayatan. Begitu suara penembang terdengar, suasana berubah hening. Kata demi kata yang dibawakan bukan sekadar rangkaian bahasa, melainkan doa yang dipercaya membuka jalan bagi roh leluhur menuju alam yang lebih tinggi. Lantunan ini, sebagaimana dicatat oleh I Nyoman Cau Arsana pada 2012 silam, memiliki kekuatan ganda. Tegas menjadi sarana ritual dan sekaligus cantik sebagai sarana estetis.

Mekare-kare, Perang Pandan Sakral di Desa Tenganan

 

Sebagai sarana ritual, tembang menjadi doa yang membantu penyucian jiwa. Lalu secara estetis, lantunan itu memberi suasana haru, indah, dan penuh kekhidmatan. Perpaduan bunyi gamelan dan suara penembang menciptakan pengalaman spiritual yang tidak hanya dirasakan oleh keluarga, tapi juga oleh masyarakat yang hadir.

Manten Kucing, Tradisi Unik Pemanggil Hujan dari Jawa Timur

 

Dalam suasana hening di sebuah pekarangan rumah di Badung, terdengar kidung dilantunkan lembut. Tembang itu bukan sembarang nyanyian karena dapat dipastikan setiap baitnya memiliki makna, setiap suaranya membawa doa. Bersama dengan gending kekawin, ia mengiringi prosesi pelepasan roh leluhur menuju alam yang lebih tinggi.

Halaman Selanjutnya
img_title