Manten Kucing, Tradisi Unik Pemanggil Hujan dari Jawa Timur

Ilustrasi pelaksanaan tradisi manten kucing.
Sumber :
  • https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Manten_Kucing_Campurdarat_Tulungagung.jpg

Tradisi, VIVA Bali –Musim kemarau panjang seringkali membuat resah masyarakat desa, apalagi ketika sawah mulai retak dan air susah didapat. Namun di beberapa daerah di Jawa Timur, ada cara unik yang dipercaya bisa mengundang turunnya hujan, yaitu tradisi Manten Kucing. Ritual ini memadukan doa dan simbol budaya, dalam sebuah prosesi yang penuh makna.

Mengenal Tradisi Kenduri Air Hujan, Warisan Budaya yang Sarat Makna

Seperti namanya, Manten Kucing melibatkan sepasang kucing jantan dan betina yang diperlakukan layaknya pengantin. Warga akan mengarak keduanya dalam sebuah kirab keliling desa, lengkap dengan iring-iringan musik tradisional dan sorak sorai anak-anak. Puncaknya, kedua kucing dimandikan di telaga atau sungai, lalu ditutup dengan selamatan.

Bagi masyarakat luar, prosesi ini mungkin terlihat lucu bahkan menggelitik. Namun, bagi warga Tulungagung dan Pacitan, dua daerah yang dikenal menjaga tradisi ini, Manten Kucing adalah simbol harapan dan doa kolektif agar bumi kembali subur.

Mekare-kare, Perang Pandan Sakral di Desa Tenganan

Menurut catatan resmi Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur, tradisi ini telah dilakukan sejak sekitar tahun 1928 di Desa Pelem, Tulungagung. Sementara itu, penelitian di Pacitan menyebut bahwa ritual serupa mulai dikenal di Dusun Njati, Desa Purworejo, sejak tahun 1960-an. Artinya, Manten Kucing bukan sekadar atraksi budaya, melainkan warisan turun-temurun yang sudah berusia hampir seabad.

Kedua daerah ini sama-sama memaknai ritual sebagai bentuk syukur sekaligus ikhtiar. “Tradisi ini pada hakikatnya adalah doa bersama, ungkapan kesadaran manusia bahwa hidup sangat bergantung pada kemurahan alam dan Tuhan,” tulis Astuti dkk. (2021) dalam jurnal FIKRI.

Merdu Tembang di Balik Kesakralan Pitra Yajna

Portal resmi Kemdikbud menyebut tradisi ini sebagai “perwujudan rasa syukur sekaligus permohonan kepada Allah SWT agar diberi keberkahan air hujan.” Hal ini menunjukkan bagaimana ritual lokal tetap terjalin erat dengan keyakinan religius warganya. Bagi generasi muda, Manten Kucing bisa menjadi pengingat bahwa tradisi tidak selalu harus berat dan kaku. Kadang, ia hadir dalam bentuk sederhana, bahkan menggemaskan.

Di tengah derasnya arus modernisasi, Manten Kucing masih dipertahankan sebagai warisan budaya. Pemerintah bahkan sudah menetapkannya sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) pada 2018. Pengakuan ini memberi sinyal penting: tradisi unik sekalipun punya nilai besar dalam memperkuat identitas bangsa.

Halaman Selanjutnya
img_title