Tabuik Pariaman, Tradisi Unik Peringatan Asyura di Tanah Minang

Ilustrasi perayaan tradisi Tabuik Pariaman, Sumatera Barat.
Sumber :
  • https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Tabuik_festival.jpg

Tradisi, VIVA Bali – Setiap tahun, Kota Pariaman di Sumatera Barat dipenuhi ribuan orang yang datang untuk menyaksikan satu tradisi besar: Tabuik. Perayaan ini bukan hanya sekadar festival, tetapi juga warisan budaya dan spiritual yang sudah hidup ratusan tahun di tengah masyarakat Minangkabau. Dengan prosesi yang megah dan penuh simbol, Tabuik menjadi salah satu tradisi paling unik di Indonesia.

Ma’nene, Tradisi Toraja yang Menghidupkan Ikatan dengan Leluhur

Tradisi Tabuik berawal dari peringatan Asyura, yaitu 10 Muharram dalam kalender Islam. Momentum ini dikaitkan dengan kisah gugurnya cucu Nabi Muhammad, Imam Husain, di Perang Karbala. Masyarakat Pariaman mengabadikan kisah itu dalam bentuk ritual, yang kemudian bertransformasi menjadi tradisi budaya sekaligus ajang kebersamaan.

Prosesi Tabuik dimulai jauh sebelum puncak acara. Menurut catatan Kemenparekraf, rangkaian kegiatan dibuka dengan tabligh akbar dan makan bajamba, tradisi makan bersama yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Setelah itu, dilakukan pengambilan tanah dari dasar sungai dan prosesi lainnya yang sarat makna spiritual. Semua elemen adat, tokoh masyarakat, hingga generasi muda ikut ambil bagian dalam menjaga kelestarian tradisi ini.

Mengenal Tradisi Jodidara yang Legalkan Poliandri

Puncaknya adalah saat hoyak Tabuik, di mana dua bangunan raksasa setinggi hingga 15 meter diarak keliling kota. Tabuik ini terbuat dari bambu, rotan, dan kertas warna-warni, menyerupai Buraq, makhluk mitologis dalam tradisi Islam. Suasana menjadi sangat meriah, tabuhan gandang tasa menggema, ribuan orang memadati jalan, dan Tabuik diguncang dengan penuh semangat sebelum akhirnya dilarung ke laut. Prosesi ini bukan hanya tontonan, tetapi juga simbol pelepasan duka dan penghormatan pada sejarah.

Tabuik bukanlah sekadar ritual keagamaan, tetapi juga perekat sosial. Proses pembuatannya melibatkan gotong-royong, di mana warga bahu-membahu menyumbangkan tenaga, waktu, bahkan biaya. Tradisi ini menegaskan bahwa budaya bukan hanya tentang masa lalu, tetapi juga tentang membangun rasa kebersamaan di masa kini.

Mengenal Mepasah, Tradisi Pemakaman di Desa Trunyan Bali

Seiring waktu, Tabuik juga berkembang menjadi atraksi wisata unggulan. Pemerintah daerah dan Kemenparekraf memasukkan perayaan ini dalam kalender event pariwisata. Kehadirannya bukan hanya melestarikan budaya, tetapi juga mendukung ekonomi lokal melalui bazar UMKM, seni pertunjukan, dan kunjungan wisatawan. Dengan begitu, Tabuik menjadi contoh bagaimana tradisi bisa tetap relevan di era modern tanpa kehilangan ruh aslinya.

Halaman Selanjutnya
img_title