Baju Kulit Kayu Khas Kalimantan Sebagai Warisan Budaya dan Alam
- https://pixabay.com/photos/tree-cortex-wood-texture-nature-1665601/
Budaya, VIVA Bali – Di Kalimantan, busana bukan sekadar pelindung tubuh. Ia adalah perpanjangan dari alam, warisan yang ditenun dari serat pohon dan makna leluhur. Baju kulit kayu, yang dikenal luas dalam tradisi masyarakat Dayak, dibuat dari pohon nyamu atau ulin. Prosesnya panjang dan penuh ketelatenan: kulit kayu direndam, dipukul, dijemur, lalu dihaluskan hingga menyerupai lembaran kain. Hasilnya bukan hanya pakaian, tetapi simbol spiritual dan sosial yang dikenakan dalam upacara adat dan ritual penyembuhan.
Evolusi Estetika Kulit Kayu
Busana kulit kayu bukan hanya milik masa lalu. Dalam beberapa tahun terakhir, desainer lokal mulai melirik bahan ini sebagai medium ekspresi kontemporer. Penelitian dari Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya menunjukkan bahwa kulit kayu ulin dapat dikombinasikan dengan kulit nabati untuk menghasilkan sepatu kasual pria yang tetap nyaman dan berkesan alami. Konsep Earth Tone yang diterapkan dalam desain tersebut menegaskan bahwa bahan tradisional bisa tampil modern tanpa kehilangan identitasnya.
Di Kalimantan Tengah, kelompok perajin bahkan mulai mengembangkan produk kulit kayu nyamu menjadi tas dan dompet, dihiasi payet dan motif khas Dayak. Transformasi ini bukan sekadar soal estetika, tetapi juga soal pemberdayaan ekonomi dan pelestarian budaya. Kulit kayu, yang dulu hanya digunakan dalam konteks ritual, kini menjadi bagian dari gaya hidup yang sadar akan lingkungan dan akar tradisi. .
Ekologi, Etika, dan Identitas yang Menyatu
Menggunakan kulit kayu sebagai bahan pakaian bukan hanya pilihan artistik, tetapi juga keputusan ekologis. Tidak seperti tekstil sintetis yang membutuhkan proses kimia dan energi tinggi, kulit kayu diproses secara manual dengan dampak lingkungan yang minimal. Dalam konteks keberlanjutan, bahan ini menawarkan alternatif yang ramah alam dan mendukung ekonomi lokal.
Namun, tantangan tetap ada. Produksi kulit kayu membutuhkan keterampilan khusus dan waktu yang tidak singkat. Regenerasi pohon nyamu dan ulin juga harus diperhatikan agar tidak terjadi eksploitasi berlebihan. Di sinilah pentingnya kolaborasi antara pengrajin, peneliti, dan pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara pelestarian dan inovasi.