Mengenal Asi Kalende, Rumah Kayu Berusia 723 Tahun Peninggalan Tertua Kesultanan Bima

Bangunan Asi Kelende tampak bagian selatan
Sumber :
  • Juwair Saddam/ VIVA Bali

Bima, VIVA Bali –Asi Kalende merupakan rumah panggung tertua di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dari catatan sejarah Kesultanan Bima, Asi Kalende kini sudah berusia 723 tahun.

4 Terdakwa Narkotika di Bima Dituntut Pidana Mati

Rumah dengan 30 tiang penyangga ini diketahui sebagai istana pertama setelah Manggampo Jawa memindahkan kerajaan Bima dari Bolo ke Rasanae. Meski kondisinya sudah reot, kini ASI Kalende masih terjaga dan masuk sebagai cagar budaya oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Sumbawa.

Asi Kalende salah satu peninggalan tertua Kesultanan Bima. Hingga kini, Asi Kalende masih ditempati atau dikelola pewaris Raja Bicara.

Gempa Bumi M 4,9 Guncang Bima

Pemerhati Budaya Bima, Fahrurizki mengatakan, Asi Kalende mempunyai sejarah panjang mengenai kesultanan Bima. Awal berdiri Asi Kalende tahun 1302 M, pada zaman Raja Bima yang ke 12 yakni, Ma Wa’a Bilmana. 

Asi kalende mengalami dua kali renovasi sepanjang sejarah keberadaannya, yaitu pada tahun 1801 oleh Raja Bicara M. Anwar Abdul Nabi. Kemudian, renovasi kedua oleh Raja Bicara M. Yakub (Ruma Kapenta Wadu) tahun 1858.

Wings Air Buka Rute Baru Bima-Labuan Bajo

"Mengenal Asi Kalende berarti kita berbicara inti dari sejarah Bima pada masa silam," kata  Fahrurizki dihubungi, Kamis, 5 Juni 2025.

Asi Kalende merupakan bangunan unik. Di bagian depan Asi Kalende terdapat sampana, tempat bersantai atau ruang tamu seperti tradisi rumah Bima pada umumnya.

Pintu utama Asi Kalende menghadap ke Utara dengan 4 jendela besar di bagian samping. Dua jendela bagian barat dan dua di timur. Di bagian atas jendela masih terlihat ornamen Bunga Satako. Di atas pintu masuk sampana terdapat ornamen yang berbentuk hewan mitologi yaitu, naga.

Secara terminologi, Asi Kalende mempunyai makna pusat kebijakan pemerintahan. Kalende dalam bahasa Bima adalah loko artinya perut. Loko dimaknai sebagai pusat semua bagian tubuh. Sedangkan Asi diartikan sebagai mengeluarkan yang identik dengan istana.

"Asi Kalende ini bermakna pusat segala kebijakan pemerintah dikeluarkan," ujarnya. 

Secara historis, Asi Kalende dijadikan sebagai pusat pemerintahan mulai dari Manggampo Jawa memindahkan istana Kerajaan Bima dari Bolo ke Rasanae. Kemudian dilanjutkan oleh Raja Bilmana yang dikukuhkan pada tahun 1840, menggantikan saudaranya, Indra Mbojo.

"Setelah itu, dijadikan sebagai istana khusus rumah bicara ketika raja Tureli Nggampo 1 atau Makapiri Solor yang mengembalikan lagi jabatan raja kepada anak pamannya Raja Ma Wa'a Ndapa tahun 1530," jelasnya.

Mulai dari Makapiri Solor, konsep pemerintahan mulai digagas dalam ruang Asi Kalende. Dilanjutkan oleh Ma Ana Lima Dai dan diwariskan kepada Jalauddin pasca kepulangannya dari Goa tahun 1640. Setelah itu, diwariskan lagi kepada Mantau Dana Ntori, anak dari Jalaluddin hingga Abdul Nabi yang merancang dan memperbaharui Undang-undang Bandar Bima di Asi Kalende. Raja Bicara yang menempati Asi Kalende terakhir adalah, Muhammad Qurais. 

Fahrurizki menegaskan, Asi Kalende memiliki banyak filosofi. Seperti tiga tiang penopang sampana bermakna tiga majelis adat Bima. Kemudian, di bagian atas depan terdapat sebuah ornamen hewan mitologi yaitu naga. 

"Abdul Nabi memberikan simbol itu sebagai filosofi keseimbangan dari pemerintah dan rakyat tanah Bima," tambahnya. 

Kepala Dinas Pariwisata Kota Bima, M Natsir mengatakan, kondisi bangunan Asi Kalende saat ini masih jauh dari layak dan butuh renovasi. Pemerintah Kota Bima juga selama ini tidak bisa berbuat banyak karena bangunan itu masih dikelola pihak swasta.

"Kami sudah komunikasi dengan pihak pengelola dan menyarankan Asi Kalende ini diubah jadi yayasan seperti Asi Samparaja sebelumnya. Dengan demikian, pemerintah bisa menggelontorkan dana hibah untuk kebutuhan renovasi dan lainnya," kata dia.

Asi Kalende kata Natsir, memang perlu direnovasi. Apalagi bangunan bersejarah itu sudah direkomendasikan sebagai cagar budaya oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Sumbawa bersama dua ODCG lain yakni, Kantor Telegram Belanda dan Langgar Melayu.

Renovasi bangunan bersejarah seperti Asi Kalende tidak seperti memperbaiki bangunan pada umumnya. Pastinya, harus melibatkan tim arkeolog. 

"Kalaupun ada benda seperti kayu, paku atau lainnya diganti itu harus dengan model yang sama atau menyerupai. Jadi gak boleh asal-asalan," tutupnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kepala Dinas Pariwisata Kota Bima, M Natsir mengatakan, dari 30 bangunan bersejarah di Kota Bima, tiga diantaranya sudah direkomendasikan sebagai cagar budaya TACB Sumbawa.

 

 

 

“Selanjutnya, tiga ODCB ini akan diajukan ke tingkat provinsi dan nasional di akhir tahun 2024. Rekomendasi ODCB menunjukan kita satu langkah lebih maju. Yang paling penting bagaiman kesiapan Pemkot Bima untuk mengalokasikan dana pemeliharaan dan lainnya. Termasuk target Pemkot Bima hingga 2025 harus memiliki TACB sendiri," jelasnya.

 

 

 

Sidang Cagar Budaya Peringkat Kota Bima kata Natsir, bertujuan untuk melindungi dan pelestarian terhadap ODCB agar terhindar dari kerusakan serta musnah karena usia. Jika telah dilakukan penetapan berarti jalan untuk dilakukan perbaikan menjadi lebih terarah dan mudah karena sudah memiliki legalitas sebagai cagar budaya dikelola oleh Pemkot Bima.

 

 

 

“Melalui kegiatan ini pula diharapkan cagar budaya di Kota Bima dikenal, dipelihara, dilestarikan dan dikembangkan sehingga bisa menjadi sumber ilmu pengetahuan. Menjadi destinasi yang bisa mendatangkan peneliti, pecinta budaya dan wisatawan dalam dan luar negeri,” pungkasnya.