Ombak Ekas Jadi Rebutan, Peselancar Cina Sebut Setara Hawai tapi Lebih Berbahaya

Peselancar asal Cina Fanfan menikmati gulungan ombak di perairan Ekas
Sumber :
  • Stafsus Bupati/VIVA Bali

Lombok Timur, VIVA Bali – Laut Ekas di Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur, menjadi incaran wisatawan untuk bermain selancar. Ombaknya dinilai ideal bagi peselancar pemula hingga profesional.

Porang Lotim Tembus Rp100 Ribu/Kg, Sentra Terbesar di NTB Resmi Beroperasi

Bahkan, seorang peselancar asal Cina menyebut ombak di Ekas setara dengan Hawai, Amerika Serikat. Bedanya, menurut dia, Ekas justru lebih berbahaya, bukan karena ombaknya.

Peselancar internasional asal Cina, Fanfan, mengaku sudah menjajal ombak di berbagai negara dan perairan Indonesia. Namun, Ekas menjadi spot yang paling membuatnya terkesan.

SDN 1 Labuan Lombok dan Ketua Komite Bantah Dugaan Pungli Pembangunan Kelas

“Saya jatuh cinta dengan Ekas karena suasananya tenang. Orang-orangnya baik dan anti serobot. Rasanya seperti surga nyata. Itu sebabnya saya terus kembali setiap tahun dan tinggal lima bulan di sini. Saya juga membuat banyak teman. Sekarang saya berpikir untuk menetap jangka panjang,” ujarnya, Rabu (13/8/2025).

Meski demikian, ia pernah menyaksikan suasana di laut Ekas berubah drastis. Banyak orang berebut ombak hingga terjadi intimidasi dan kekerasan.

Wabup Edwin Buka Mukab IX Kadin Lombok Timur, Tekankan Kolaborasi Dorong Ekonomi Daerah

“Bahkan ada yang berteriak meminta saya menepi supaya tamunya bisa bermain. Ada juga yang menegur saya di dalam air. Padahal tempat ini sangat bagus dan bisa setara dengan Hawai,” katanya.

Menurut Fanfan, yang membuat spot selancar Ekas berbahaya adalah jumlah peselancar yang terlalu banyak. Kondisi ini diperparah dengan belum adanya regulasi ketat untuk kapal yang datang dari Awang ke Ekas.

“Maksud saya, spot selancar itu milik desa. Awang sekarang terkenal karena pemandangan indah dan jalan bagus. Tapi regulasi kunjungan ke spot itu belum ada,” jelasnya.

Fanfan menyebut pernah ada 11 kapal dengan hampir 100 orang di satu lokasi. Padahal, untuk selancar, jumlah itu dinilai rawan tabrakan antarpeselancar atau dengan kapal yang parkir.

“Spot di dalam itu cuma satu, dan bukan gelombang besar. Kita tidak bisa bermanuver bebas. Satu gelombang itu paling bisa dipakai dua orang saja,” ungkapnya.

Ia juga pernah mengalami insiden tertabrak peselancar pemula yang memotong jalur hingga kepalanya terbentur dan terluka.

“Kepala saya dijahit enam jahitan. Saya tidak bisa berselancar sebulan. Saat itu saya takut sekali, karena ada orang yang tidak tahu aturan lalu melompat menimpa saya,” ujarnya.

Staf Khusus Pariwisata Lombok Timur, Ahmad Roji, menegaskan aturan sudah dibuat demi kenyamanan dan keamanan peselancar. Salah satunya, dalam satu jam hanya boleh ada empat kapal dengan tujuh penumpang di spot.

“Penumpukan membuat kawasan overload dan wisatawan tidak nyaman. Regulasi yang kita tetapkan harusnya ditaati bersama,” pungkasnya.