Hunger Game di Gaza, Bertahan Hidup di Tanah Terjajah

Doa duka Gaza korban tembakan Israel di Rafah
Sumber :
  • https://www.reuters.com/world/israel-hamas/palestinians-highly-dangerous-ordeal-reach-israeli-approved-aid-2025-06-10/

Peristiwa, VIVA Bali – Warga Gaza sedang menghadapi krisis kemanusiaan yang mengguncang hati dunia. Sejak 26 Mei 2025, distribusi bantuan oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF), yang dikendalikan Israel dan didukung kontraktor keamanan swasta, telah menyebabkan setidaknya 127 kematian karena tembakan dan kericuhan di lokasi distribusi.

Siswi SMA di Dompu Lolos Dari Pemerkosaan saat Sendirian di Rumah

Masyarakat lokal menggambarkan situasi itu seperti “Hunger Games”, saat warga berjuang mencari bantuan dalam kondisi layaknya zona perang, dengan sedikit atau tanpa perlindungan yang memadai.

Para pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lembaga internasional seperti Norwegian Refugee Council mengutuk keras mekanisme distribusi tersebut. Mereka menilai sistem ini melanggar prinsip netralitas dan kemanusiaan, karena memaksa warga sipil menempuh risiko nyawa demi secarik bantuan.

RSUP Sanglah Bali Berbagi Ilmu Uronefrologi atasi Gagal Ginjal di Kota Bima

Langkah ini bahkan dituding sebagai potensi kelaparan terorganisir—sesuatu yang dilarang dalam hukum humaniter internasional (IHL) dan dianggap sebagai collective punishment.

Lebih mengerikan, Komisi Independen PBB menyatakan bahwa Israel telah melakukan tindakan kriminal, bahkan eksterminasi, terhadap warga sipil Palestina di Gaza. Mereka menyerang sekolah-sekolah, universitas, masjid, dan pusat pengungsian yang jelasjelas berstatus sipil.

Usaha Tongkrongan Kian Menjamur, Camat Mataram Himbau Pemilik Usaha Patuhi Aturan

Lebih dari 90% fasilitas pendidikan di wilayah tersebut rusak atau hancur total, sementara sekitar 658.000 anak putus sekolah akibat konflik yang berlangsung selama 20 bulan. Penindakan seperti ini melanggar prinsip perlindungan infrastruktur sipil di bawah Konvensi Jenewa dan bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang.

Pada 10 Juni 2025, laporan lanjutan Komisi PBB mengecam serangan terhadap civitas sipil yang berlindung di sekolah dan tempat ibadah—disebut sebagai crime against humanity—termasuk tindakan “eksterminasi”. Penyerangan ini mencakup pembunuhan langsung terhadap warga sipil dan penghancuran masif gedung sipil, termasuk sekolah dan lokasi keagamaan.

Lebih jauh lagi, data dari Kementerian Kesehatan Gaza pada 10 Juni menunjukkan bahwa 36 warga Palestina tewas dan 207 terluka dalam upaya mengakses bantuan, selain tiga tenaga medis yang gugur akibat serangan pesawat Israel di Kota Gaza.

Ini mencerminkan pola kekerasan yang sistematis terhadap warga sipil—terutama dalam operasi militer yang mengabaikan prinsip distinction (pemisahan militer & sipil) dan proportionality.

Tak hanya itu, laporan PBB dan organisasi HAM juga mengungkap dugaan penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi, dan kekerasan berbasis gender terhadap tahanan Palestina. Dalam satu temuan mengerikan, petugas keamanan Israel dituduh melakukan pelecehan seksual, kekerasan fisik dan psikis, bahkan sampai merusak alat kelamin.

Kekerasan ini dilaporkan terjadi di bawah perintah atau dorongan resmi pejabat tinggi keamanan. Tindakan seperti ini jelas melanggar hukum internasional dan dapat diklasifikasikan sebagai torture—pelanggaran berat terhadap hak asasi dan hak para tahanan.

Bentuk genosida pun dituduhkan dalam laporan PBB yang merujuk pada penghancuran fasilitas reproduksi dan aktivitas untuk mengurangi angka kelahiran di kalangan perempuan Gaza. Target sistem kesehatan reproduksi, termasuk rumah sakit bersalin dan klinik IVF, disebut 'kriminal'—yang menurut analisis PBB jatuh dalam kategori penghancuran biologis kelompok etnis, yaitu genosida . Ini menegaskan tuduhan bahwa Israel melakukan kekerasan struktural yang intens dan sistematis terhadap warga sipil Palestina.

Sementara itu, tekanan internasional semakin meningkat. Inggris, Kanada, Australia, dan Norwegia telah menerapkan sanksi terhadap pejabat Israel—khususnya menteri sayap kanan Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich—atas provokasi dan eskalasi kekerasan di Tepi Barat dan Gaza. Selain itu, Afrika Selatan telah membawa Israel ke Mahkamah Internasional (ICJ) dengan tuduhan melanggar Konvensi Genosida.

Semua perkembangan ini menunjukkan bahwa berbagai mekanisme hukum sedang aktif diuji: PBB melalui investigasi dan laporan; ICC (Pengadilan Kriminal Internasional) berpotensi mengejar kasus kejahatan perang; ICJ membahas tuduhan genosida; dan sanksi bilateral mulai diterapkan. Meski begitu, tantangan tetap besar—akses ke Gaza masih terbatas, investigasi di lapangan terhambat, dan kecepatan penegakan hukum internasional berjalan lambat.

Israel menolak semua tuduhan ini, menyebutnya sebagai bias dan tidak berdasar. Namun, fakta-fakta dari PBB, lembaga kemanusiaan, dan berita internasional menggambarkan gambaran tragis dan sistematis yang tak bisa diabaikan. Dunia saat ini tengah menanti apakah sistem hukum internasional mampu memberikan keadilan bagi rakyat Palestina — sebelum kebenaran terkubur di puing-puing dan luka yang