Ketika Gotik Menyapa Gereja di Tanah Semarang
- https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Interior,_Gedangan_Church,_2014-06-21_03.jpg
Budaya, VIVA Bali – Di tengah lalu lintas Semarang yang tak pernah sepi, berdiri megah sebuah Gereja Katolik Santo Yusuf di Gedangan. Gereja yang menolak dilupakan oleh waktu. Gereja ini bukan sekadar tempat ibadah, melainkan potongan sejarah yang menandai pertemuan antara arsitektur Eropa dan semangat tropis Nusantara. Dibangun pada akhir abad ke-19, bangunan ini mencerminkan bagaimana arsitektur Gothic dan Neo-Gothic menyesuaikan diri dengan kondisi geografis dan budaya Indonesia.
Penelitian oleh Siti Nur Fadillah dan tim dari Universitas Muhammadiyah Semarang pada 2022 lalu menunjukkan bahwa Gereja Gedangan mengalami proses transformasi arsitektur dari gaya Gothic murni menuju bentuk Neo-Gothic yang lebih adaptif terhadap lingkungan lokal. Dalam jurnal berjudul “Transformation of Gothic to Neo-Gothic Architecture in St. Joseph Gedangan Church Building, Semarang”, dijelaskan bahwa perubahan itu bukan sekadar pada bentuk, melainkan juga makna dan fungsi ruang.
Jejak Gotik dari Barat
Gaya Gotik awal yang dibawa oleh misionaris Belanda tampak jelas pada dua menara kembar yang menjulang di depan bangunan serta jendela kaca patri yang menuturkan kisah Alkitab. Menurut Fadillah, unsur seperti pointed arches dan ribbed vaults menjadi ciri khas yang menunjukkan akar arsitektur gereja-gereja Eropa pada abad pertengahan. “Bentuk vertikal yang menuntun pandangan ke atas menjadi simbol hubungan antara manusia dengan Tuhan,” tulis peneliti dalam artikelnya.
Namun, seiring waktu, gaya ini menghadapi tantangan iklim tropis. Panas dan kelembapan tinggi menuntut adaptasi. Dinding tebal bata merah menjadi solusi praktis sekaligus estetis. Atapnya dibuat lebih tinggi agar udara dapat bersirkulasi, dan jendela dibuka lebar agar cahaya alami menembus ke dalam ruangan doa. Unsur spiritual dan fungsional akhirnya berpadu dalam harmoni.
Neo-Gothic yang Membumi
Pada masa-masa berikutnya, muncul fase baru yakni Neo-Gothic. Fadillah menegaskan bahwa Gereja Gedangan menjadi contoh khas gaya ini di Indonesia. Neo-Gothic bukan hanya reproduksi gaya lama, tetapi juga refleksi modern yang menyesuaikan diri dengan konteks lokal.