Wayang Potehi, Warisan Tionghoa yang Hidup di Tanah Nusantara

Ilustrasi pertunjukan Wayang Potehi, hasil akulturasi budaya Tionghoa.
Sumber :
  • https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Taiwanese_Glove_puppetry_performance_at_the_Presidential_Office_Building_of_Taiwan_2023-04-11_02.jpg

Budaya, VIVA Bali – Wayang Potehi adalah seni pertunjukan boneka tradisional asal Tiongkok Selatan yang kemudian bertransformasi ketika dibawa ke Nusantara. Menurut penjelasan dari Indonesia Kaya, istilah “Potehi” sendiri berasal dari kata pou (kain), te (kantong), dan hi (wayang), yang berarti “wayang dalam kantong kain.” Awalnya, pertunjukan ini dimainkan dengan cara memasukkan tangan ke dalam boneka dan menggerakkannya seolah hidup, menggunakan lima jari sebagai alat pengendali utama.

Desa Adat Ratenggaro, Situs Kubur Batu Megalitikum yang Menyimpan Sejarah Perang Suku Garo di Sumba

Ketika Wayang Potehi masuk ke Indonesia, ia tidak hanya dipertunjukkan secara utuh sebagaimana bentuk aslinya di Tiongkok, tetapi juga mengalami proses akulturasi dengan budaya lokal. Seperti yang dijelaskan dalam artikel di Indonesia Kaya, wayang ini perlahan beradaptasi dan diterima luas oleh masyarakat Nusantara, bahkan melampaui sekat etnis. Pertunjukannya kini tidak hanya milik komunitas Tionghoa, tetapi juga menjadi bagian dari kesenian peranakan yang menunjukkan percampuran dua kebudayaan besar, Tionghoa dan Indonesia.

Wayang Potehi biasanya dimainkan di atas panggung kecil berwarna merah dengan ornamen khas Tionghoa. Menurut penjelasan dari Perpustakaan Karmel Indonesia, warna merah bukan hanya estetika, tetapi juga melambangkan keberuntungan dan semangat hidup. Pertunjukan ini umumnya digelar di klenteng atau lingkungan peranakan Tionghoa, beriringan dengan ritual keagamaan dan perayaan leluhur. Dengan demikian, Wayang Potehi tidak sekadar menjadi hiburan, melainkan juga bagian dari praktik spiritual dan sosial komunitasnya.

Tari Campak Belitung, Tarian Gembira Berbalas Pantun yang Hidupkan Budaya Melayu di Tengah Laut

Boneka Potehi dikendalikan melalui gerak tangan yang dimasukkan ke dalam kain. Jari kelingking dan ibu jari menggerakkan tangan boneka, sementara jari-jari tengah mengendalikan kepala, menciptakan ilusi gerak yang hidup dan ekspresif. Menurut penjelasan dari Indonesia Kaya, setiap gerakan boneka membawa makna dan emosi tersendiri, memperkuat narasi yang diangkat dalam pertunjukan.

Ceritanya biasanya bersumber dari legenda dan kisah klasik Tiongkok, seperti kisah kepahlawanan atau mitologi kuno. Namun, dalam proses akulturasi di Indonesia, sejumlah pertunjukan mulai mengadaptasi cerita lokal agar lebih dekat dengan penonton Nusantara.

Wayang Potehi, Kesenian Klasik Tiongkok yang Berakulturasi Jadi Warisan Budaya Nusantara

Perjalanan Wayang Potehi tidak selalu mudah. Seperti dijelaskan dalam artikel Indonesia Kaya, seni ini sempat mengalami masa suram ketika ekspresi budaya Tionghoa dibatasi di Indonesia. Dalam periode tersebut, Wayang Potehi hanya dapat dimainkan secara terbatas di lingkungan klenteng. Namun semangat pelestarian tidak pernah benar-benar padam.

Kini, komunitas peranakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur berperan penting dalam menjaga tradisi ini agar tetap hidup, seperti yang diungkapkan oleh Perpustakaan Karmel Indonesia. Pertunjukan Wayang Potehi kini juga tampil di festival budaya dan ruang seni kontemporer, menunjukkan bahwa ia mampu beradaptasi dengan zaman tanpa kehilangan akar tradisinya.

Halaman Selanjutnya
img_title