Kain Gringsing Bali Akan Jadi Daya Tarik dalam Pameran Nusawastra Silang Budaya di Jakarta

Kain Gringsing, tenun ikat ganda khas Bali
Sumber :
  • Dok, Quoriena Ginting/ VIVA Bali

Jakarta, VIVA BaliKain gringsing dari Desa Tenganan Pegringsingan, Karangasem, Bali, akan menarik perhatian publik dalam pameran Nusawastra Silang Budaya, yang akan digelar di Cikini 82, Menteng, Jakarta, pada 11-17 Oktober 2025.

Gubernur Koster Targetkan Bali Bebas Rumah Tak Layak Huni Mulai 2026

Kain sakral ini menjadi satu-satunya tenun yang menggunakan teknik ikat ganda.

Pameran ini digelar bertepatan dengan momentum Hari Batik Nasional yang digagas penulis sekaligus kolektor wastra nusantara, yakni Quoriena Ginting.

Seorang Perempuan di Karangasem Raup Untung Rp100 Juta per Bulan dari Oplos Gas Subsidi

Mengangkat tema rangkaian bunga dan budaya pada wastra nusantara ini, Quoriena menjelaskan bahwa pameran ini tidak hanya menampilkan keindahan kain tradisional dari berbagai daerah tetapi mengajak masyarakat untuk memahami nilai sejarah, filosofi dan spiritual yang terkandung dalam tiap helai wastra.

“Pameran ini tak hanya menyajikan keanekaragaman wastra nusantara, tetapi juga menghadirkan lokakarya batik kontemporer dan bincang budaya wastra, untuk membuka ruang dialog antara tradisi dan modernitas,” ujar Quoriena, Senin, 6 Oktober 2025.

Putri Koster Imbau Meninggalkan Cara Lama Atasi Sampah

Dalam rilis yang diterima Bali.viva.co.id, kain gringsing ini memang telah dikenal luas di dunia sebagai karya tenun dengan teknik ikat ganda yang sangat rumit dan hanya ditemukan di tiga tempat di dunia.

Yakni Tenganan Pegringsingan (Bali, Indonesia), Kurume (Jepang) dan Patola di India.

Ditenun secara tradisional oleh masyarakat Tenganan, gringsing dianggap sebagai kain bertuah dan sakral, serta dipercaya mampu menolak bala.

Nama gringsing berasal dari kata gring yang artinya sakit, serta sing berarti tidak, sehingga secara harfiah diartikan tidak sakit.

“Teknik ikat ganda gringsing menghasilkan pola simetri yang sempurna, menggambarkan keseimbangan antara alam , manusia dan spiritualitas,” ujar Quoriena yang telah memiliki lebih dari 50 koleksi gringsing dengan beragam motif klasik, seperti sayang kebo, yuda, lubeng, gegonggangan hingga enjekan siap.

Dalam tradisi masyarakat Bali Aga di Tenganan, kain ini digunakan dalam upacara keagamaan potong gigi hingga pernikahan.

Kain gringsing juga tercatat dalam naskah klasik Kakawin Nagarakertagama karya Empu Prapanca yang menyebutkan tirai kereta Raja Hayam Wuruk terbuat dari kain sakral Bali ini.

Pameran akan dibuka pada Sabtu, 11 Oktober 2025, menghadirkan sejumlah narasumber seperti tokoh batik nasional Siti Maimunah dan Dudung Alie Syahbana.

“Kami ingin kegiatan ini memberi pengalaman langsung bagi peserta yang memahami proses kreatif membatik sekaligus menghidupkan dialog baru tentang bagaimana tradisi bisa tetap relevan di era modern,” ungkap Quoriena.

Pameran ini menampilan sekitar 50 koleksi batik dan wastra pilihan di seluruh nusantara, termasuk songket dan cepuk Bali.

Selain pameran, panitia juga menggelar bazar wastra, menampilkan berbagai kain tradisional pilihan.