Tedhak Siten, Tradisi Jawa Penuh Makna di Langkah Pertama Bayi

Ilustrasi pelaksaan upacara Tedhak Siten.
Sumber :
  • https://commons.wikimedia.org/wiki/File:TEDAK_SITEN.jpg

Budaya, VIVA Bali – Di tanah Jawa, setiap fase kehidupan anak dianggap penting dan layak dirayakan. Salah satunya adalah Tedhak Siten, sebuah upacara tradisi yang dilakukan ketika bayi pertama kali menginjakkan kaki di tanah. Ritual ini biasanya digelar saat bayi berusia kurang lebih 245 hari (sekitar tujuh hingga delapan bulan). Bagi masyarakat Jawa, momen ini bukan sekadar acara keluarga, melainkan sebuah simbol kesiapan anak untuk menapaki kehidupan di dunia nyata.

Sebambangan, Makna Di Balik Tradisi Kawin Lari Dalam Adat Lampung

Menurut Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, istilah tedhak berarti “menapakkan kaki” dan siten berasal dari kata siti atau tanah. Artinya, Tedhak Siten adalah upacara bayi menapakkan kaki di tanah untuk pertama kali. Tanah dalam hal ini dimaknai sebagai Ibu Pertiwi, tempat manusia berpijak sekaligus sumber kehidupan. Dengan menginjak tanah, anak diharapkan tumbuh sebagai pribadi yang kuat, bermanfaat, dan selalu diberkahi dalam perjalanan hidupnya.

Rangkaian Tedhak Siten penuh dengan simbolisme. Salah satu prosesi utama adalah menapak bubur jadah tujuh warna. Tujuh warna ini melambangkan berbagai dinamika kehidupan yang kelak akan dihadapi sang anak, dari kebahagiaan hingga kesulitan. Seperti yang dijelaskan portal Budaya Indonesia, pijakan ini diartikan sebagai doa agar anak siap menghadapi setiap tantangan hidup dengan tegar.

Kalimantan Utara, Provinsi Termuda dengan Jejak Budaya Leluhur yang Memukau

Setelah itu, ada prosesi memasukkan anak ke dalam kurungan ayam berisi aneka benda seperti buku, uang, atau mainan. Setiap benda memiliki makna tersendiri, misalnya buku melambangkan ilmu, uang melambangkan rezeki, dan mainan mencerminkan keceriaan. Apa yang dipilih sang anak dipercaya menjadi gambaran arah masa depannya. Meski simbolis, tradisi ini memperlihatkan bagaimana masyarakat Jawa menanamkan harapan besar sejak dini.

Prosesi terakhir biasanya adalah membersihkan anak dengan air, lalu mengenakan pakaian baru. Tahap ini melambangkan kesucian dan pembaruan, seolah-olah anak memasuki fase hidup baru setelah menjejak bumi. Seperti yang dituliskan dalam sebuah artikel yang dipublikasikan oleh Budaya Indonesia, ritual penutup ini menjadi doa agar anak senantiasa tumbuh sehat, suci, dan dilindungi.

Ulos dan Kasih Sayang di Balik Prosesi Adat Batak Toba

Lebih dari sekadar seremonial, Tedhak Siten adalah cerminan nilai sosial dan spiritual masyarakat Jawa. Ritual ini mengajarkan bahwa sejak langkah pertama, manusia tidak hanya berhubungan dengan keluarganya, tetapi juga dengan alam, tradisi, dan Sang Pencipta.

Di tengah modernisasi, sebagian keluarga Jawa tetap melestarikan Tedhak Siten. Bagi mereka, tradisi ini bukan sekadar warisan budaya, melainkan sebuah pengingat bahwa setiap langkah hidup selalu dimulai dengan doa, harapan, dan kebersamaan.