Bekerja Tanpa Kenal Waktu, Ini Arti Istilah Hustle Culture dan Dampak Buruknya

Ilustrasi pria sedang fokus bekerja
Sumber :
  • https://www.pexels.com/id-id/foto/orang-meja-tulis-laptop-bekerja-6684361/

Lifestyle, VIVA Bali – Pernah tahu istilah hustle culture? Istilah ini mungkin pernah Anda ketahui lewat media sosial, internet maupun televisi. Hustle culture merujuk pada gaya hidup orang yang terlalu bekerja keras.

Mengapa di Indonesia Banyak yang Merendahkan Pekerjaan Orang Lain?

Fenomena ini sudah menjadi salah satu tren gaya hidup di kalangan anak remaja maupun orang dewasa muda. Padahal, hustle culture ini bisa memberikan pengaruh buruk bagi kesehatan orang yang menerapkannya itu. Sebenarnya apa itu hustle culture?

Pengertian Hustle Culture

Jika secara etimologis, hustle culture adalah istilah yang berasal dari Bahasa Inggris, yang mana “hustle” memiliki arti aksi energik, memicu/mendorong individu untuk bergerak dengan lebih cepat secara agresif, sedangkan “culture” berarti budaya, dilansir dari laman DJKN Kemenkeu RI.

Kenapa Banyak Pasangan Jatuh Miskin Setelah Menikah?

Jadi, hustle culture bisa dimaknai sebagai suatu gaya hidup yang mendorong seseorang untuk bekerja dengan keras dan cepat, yang mana seringkali ini bisa sampai melampaui batas kemampuan diri orang tersebut. Maka dari itu, hustle culture juga disebut dengan “budaya gila kerja” atau workaholism. Dalam hal ini, hustle culture lebih berkaitan dengan pekerjaan atau mengerjakan suatu tugas.

Tiada hari tanpa bekerja, sampai tidak punya waktu lagi untuk istirahat atau memperhatikan kehidupan pribadi, seperti itulah orang-orang yang menerapkan hustle culture.

Nasi Di Magic Com Lebih Dari 6 Jam, Ancaman Serius Bagi Jantung Dan Tubuh!

Melansir dari sumber yang sama, salah satu faktor hustle culture adalah konstruksi sosial. Orang-orang saat melihat kekayaan atau finansial orang lain, mereka merasa ingin menyamaratakan kehidupan mereka dengan orang sukses tersebut. Mereka sering membandingkan diri dengan pencapaian orang lain. Ini memicu mereka untuk bekerja lebih keras agar bisa mencapainya.

Hustle culture juga kerap muncul dari obsesi yang berasal dari diri sendiri untuk bisa meraih status sosial tinggi di depan orang lain atau memenuhi suatu tuntutan dalam hidup. Namun, perlu diingat bahwa ini hanya beberapa faktornya saja, masih ada faktor-faktor lainnya.

Orang yang sudah terjebak dalam budaya ini kerap tak menyadarinya sebab budaya tersebut seolah-olah sudah tertanam dan jadi hal yang biasa mereka lakukan sehari-harinya.

Ciri utama orang yang sudah terjebak dalam hustle culture yaitu ia menganggap bahwa bekerja produktif berarti harus melakukan kerja keras non-stop. Jika ia tidak melakukannya, ia jadi merasa bersalah dengan diri sendiri, melansir dari AloDokter.

Masih ada lagi berbagai ciri hustle culture lainnya, seperti memikirkan kerjaan kapanpun dan dimanapun, terobsesi dengan kesuksesan tentang pekerjaan, mengorbankan waktu tidur agar bisa menyelesaikan tugas/pekerjaan, buruknya work-life balance, dan lain-lain.

Akibat Buruk Hustle Culture

Sebenarnya tidak ada salahnya bekerja keras, namun jika terlalu mementingkan pekerjaannya tersebut sampai mengabaikan istirahat, maka tentu akan timbul dampak buruk pada diri, terutama bagi kesehatan fisik dan mental.

Berdasarkan berbagai penelitian, waktu kerja yang panjang memiliki kaitan erat dengan stres dan juga depresi, dilansir dari AloDokter. Bisa juga muncul sejumlah keluhan fisik, misalnya sering merasa pusing, perut sakit, atau tak enak badan. Jika dilakukan dalam jangka panjang, kebiasaan hustle culture bisa lebih berbahaya untuk tubuh.

Sebagai manusia yang mempunyai batas (limit), tentu kita tetap tidak boleh melupakan kesehatan fisik dan juga kesehatan mental kita.