Keajaiban Seni Membuat Perahu Phinisi Di Bulukumba
- https://pariwisata.kepulauanselayarkab.go.id/2014/10/menyinggahi-pembuat-perahu-phinisi-di-bulukumba/?hl=id-ID
Budaya, VIVA Bali – Bulukumba, sebuah kabupaten di ujung selatan Sulawesi Selatan, lebih dari sekadar nama di peta. Di sinilah denyut nadi maritim Indonesia berdetak, tempat lahirnya perahu Phinisi, sebuah mahakarya yang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia. Dikutip dari laman pariwisata.kepulauanselayarkab.go.id, Kapal kayu Pinisi telah digunakan di Indonesia sejak beberapa abad yang lalu, diperkirakan kapal pinisi sudah ada sebelum tahun 1500an. Mengunjungi Bulukumba, khususnya di desa-desa seperti Tana Beru, adalah seperti melangkah ke bengkel terbuka di mana keajaiban seni dan tradisi diwujudkan dari tangan-tangan para perajin andal.
Berjalan di sepanjang pesisir pantai, anda akan disambut oleh pemandangan unik : kerangka-kerangka kapal raksasa yang sedang dibangun, tergeletak di atas pasir. Tidak ada cetak biru modern, tidak ada mesin canggih. Semuanya dilakukan secara manual, berbekal pengetahuan yang diturunkan dari generasi ke generasi. Para maestro perajin, atau panrita lopi, bekerja dengan insting dan pengalaman yang luar biasa, memahat setiap inci kayu dengan presisi yang hanya bisa dicapai oleh mereka yang benar-benar memahami jiwa dari kayu itu sendiri.
Proses pembuatan Phinisi adalah sebuah ritual yang sakral. Dimulai dari pemilihan jenis kayu terbaik, seperti kayu besi atau jati. Kayu-kayu ini tidak hanya dipilih berdasarkan kekuatan, tetapi juga berdasarkan "karakter" yang diyakini akan menentukan nasib kapal di lautan. Setelah kayu siap, proses perakitan dimulai. Uniknya, Phinisi dibangun dari bagian luar ke dalam, sebuah teknik yang sangat berbeda dari pembuatan kapal modern. Setiap sambungan diikat kuat dengan pasak kayu, menciptakan struktur yang kokoh dan elastis, mampu menaklukkan ombak ganas.
Lebih dari sekedar keterampilan teknis, pembuatan Phinisi adalah wujud dari filosofi hidup masyarakat Bugis-Makassar. Setiap tahapan prosesnya dipenuhi dengan upacara adat dan doa-doa. Misalnya, saat peletakan lunas—bagian paling bawah dari kapal—diadakan upacara khusus untuk memohon keselamatan. Ada juga ritual saat memasang layar, di mana layar diibaratkan sebagai "jiwa" kapal yang akan membawanya berlayar.
Ini adalah bukti nyata bahwa warisan leluhur bisa terus hidup dan berkembang di tengah gempuran modernisasi. Bulukumba bukan hanya rumah bagi Phinisi, tetapi juga penjaga tradisi maritim dunia. Dengan mengunjungi tempat ini, kita tidak hanya melihat proses pembuatan kapal, tetapi juga menyentuh langsung warisan budaya yang tak ternilai, sebuah simbol ketangguhan dan keagungan bangsa pelaut.