Waspada! Donor ASI Sembarangan Bisa Bahayakan Bayi

Ilustrasi seorang ibu yang sedang menyusui anaknya.
Sumber :
  • https://www.pexels.com/photo/woman-holding-child-and-breastfeeding-10472186/

Kesehatan, VIVA Bali – Donor Air Susu Ibu (ASI) sering dianggap sebagai aksi mulia karena dapat membantu bayi lain yang membutuhkan. Namun, tahukah Anda bahwa praktik donor ASI yang dilakukan sembarangan justru dapat membahayakan kesehatan bayi?

6 Dampak Mengerikan Kurang Tidur, Dari Kulit Kusam Sampai Jantung Bermasalah!

 

Dikutip dari Antara, Minggu, 3 Agustus 2025, dalam acara IDAI, Ketua Satgas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. dr. Naomi Esthernita F.D., Sp.A., Subsp.Neo(K), mengingatkan bahwa masyarakat harus berhati-hati dalam menerima maupun memberikan ASI donor. Menurutnya, donor ASI yang dilakukan tanpa prosedur resmi berisiko menularkan penyakit serius pada bayi penerima.

Waspada! Riasan Mata Bisa Picu Masalah Serius pada Kesehatan Mata

 

Dokter Naomi juga menegaskan bahwa WHO melarang keras praktik donor ASI berbasis internet.

Mau Hati Tetap Sehat? Ini 9 Cara Ampuh Jaga Kesehatan Hati

 

“Donor ASI harus melalui prosedur hospital-based (berbasis rumah sakit). Setiap pendonor wajib discreening ketat dan ASI yang diberikan harus melalui proses pasteurisasi. Kalau sembarangan, justru bisa membahayakan bayi penerima,” tegasnya.

 

Donor ASI bukan sekadar berbagi ASI. Dokter Naomi menjelaskan bahwa bayi penerima harus dipilih berdasarkan indikasi medis yang jelas, bukan sekadar keinginan orang tua.

 

Salah satu penerima prioritas adalah bayi prematur dengan berat badan kurang dari 1.500 gram, terutama ketika ASI dari ibunya belum tersedia.

 

“Jangan sampai ada ibu yang malas menyusui lalu minta donor ASI. Ini bukan untuk itu. Donor ASI hanya untuk bayi yang benar-benar membutuhkan,” jelas dokter Naomi.

 

Selain kriteria untuk penerima, pendonor ASI juga wajib memenuhi syarat tertentu. Dokter Naomi yang juga anggota American Breastfeeding Medicine mengatakan bahwa ibu pendonor harus memastikan stok ASI untuk bayinya sendiri sudah cukup atau berlebih sebelum bisa mendonorkan kepada bayi lain.

 

Pendonor juga harus menjalani pemeriksaan kesehatan lengkap, meliputi:

-          Hepatitis B dan Hepatitis C

-          HIV

-          CMV (Cytomegalovirus)

-          Sifilis

 

“Pendonor harus discreening di rumah sakit. Jika hasilnya aman, barulah ASI tersebut boleh diberikan kepada bayi lain. Dan tetap harus dipasteurisasi terlebih dahulu,” kata dokter Naomi.

 

Meski Indonesia belum memiliki Bank ASI resmi, dokter Naomi menyebutkan bahwa sejumlah rumah sakit pendidikan telah memiliki Unit Donor ASI. Unit ini bisa menjadi rujukan masyarakat yang membutuhkan informasi maupun layanan donor ASI yang aman.

 

“Unit donor ASI ini mengikuti alur resmi sesuai standar kesehatan. Jadi sebaiknya masyarakat datang ke rumah sakit yang punya unit ini, jangan mencari donor ASI sembarangan,” tutupnya.

 

Donor ASI adalah tindakan mulia yang dapat menyelamatkan nyawa bayi, terutama mereka yang lahir prematur. Namun, tanpa prosedur yang benar, donor ASI justru bisa menjadi ancaman serius bagi kesehatan bayi penerima.

 

Dengan edukasi yang tepat, diharapkan masyarakat semakin memahami bahwa donor ASI harus dilakukan melalui jalur resmi demi keamanan bersama.

 

Donor ASI memang sangat bermanfaat, tetapi hanya jika dilakukan sesuai standar kesehatan. Pastikan prosesnya melalui rumah sakit dan hindari mencari donor ASI dari sumber yang tidak jelas di internet.