Quba, Masjid Pertama yang Dibangun Rasulullah

Masjid Quba yang terletak di Kota Madinah.
Sumber :
  • https://www.pexels.com/photo/masjid-quba-in-saudi-arabia-8865161/

Lifestyle, VIVA Bali – Di tengah panasnya gurun Madinah yang berdebu, berdiri sebuah masjid sederhana namun sarat makna sejarah dan spiritual. Namanya Masjid Quba, masjid pertama yang dibangun dalam sejarah Islam. Bukan hanya bangunan tempat ibadah, Quba adalah simbol abadi semangat gotong royong, persatuan, dan ketulusan niat.

Teror Matahari di Negeri Sakura, Gelombang Panas Renggut Korban Jiwa

Lebih dari 14 abad lalu, ketika Rasulullah SAW hijrah dari Makkah ke Madinah, langkah pertama yang beliau ambil bukan membangun benteng atau menyiapkan strategi politik. Tapi beliau membangun masjid. Dan beliau tidak hanya memerintah. Beliau ikut turun langsung mengangkat batu, menyusun pondasi, bekerja bersama para sahabat. Itulah Masjid Quba.

“Masjid ini dibangun dengan semangat kolektif. Rasulullah tidak hanya memimpin secara spiritual, tapi juga secara fisik. Inilah bentuk nyata bahwa umat Islam dibangun di atas kerja sama dan kesetaraan,” kata Oman Fathurrahman, Mustasyar Dini Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 2025.

Rahasia Menghilangkan Mata Panda dengan Kopi, Cuma Butuh 15 Menit!

Masjid Quba menjadi saksi perjumpaan dua komunitas besar dalam sejarah Islam: kaum Muhajirin, para pendatang dari Makkah, dan kaum Anshar, penduduk asli Madinah. Mereka berbeda latar belakang, budaya, dan pengalaman hidup. Tapi di Quba, mereka menyatu. Bekerja sama membangun rumah ibadah, membangun kebersamaan.

“Tidak ada yang merasa lebih mulia, tidak ada yang dianggap lebih rendah. Semua bekerja bersama-sama. Inilah etika gotong royong yang menjadi ruh utama masyarakat Islam awal,” jelas Oman.

Kunci Tidur Nyenyak Tanpa Gelisah

Semangat itu tetap relevan hingga hari ini, ketika dunia Islam dihadapkan pada tantangan polarisasi, perpecahan internal, dan semangat eksklusivisme. Masjid Quba hadir sebagai pengingat bahwa kekuatan umat bukan pada siapa yang paling vokal, tapi siapa yang paling siap bekerja bersama.

Namun sejarah Islam juga mencatat adanya bangunan lain yang berlawanan makna: Masjid Dirar. Masjid ini dibangun bukan untuk ibadah yang tulus, melainkan untuk memecah belah umat, menyaingi Quba, dan menyebarkan fitnah oleh kelompok munafik.

“Dirar adalah pelajaran penting. Ketika tempat suci dijadikan alat politik, maka ruh agama hancur. Rasulullah bahkan memerintahkan masjid itu dihancurkan,” tegas Oman.

Kontras antara Quba dan Dirar bukan hanya soal arsitektur, tapi soal niat. Quba dibangun atas dasar cinta, keikhlasan, dan persaudaraan. Dirar dibangun atas dasar ambisi, manipulasi, dan perpecahan. Dua simbol yang harus terus dibaca bersama agar umat Islam tidak mengulangi kesalahan masa lalu.

Pembangunan Masjid Quba tak bisa dipisahkan dari lahirnya Piagam Madinah, sebuah dokumen sosial-politik yang menjadi dasar masyarakat multikultural yang damai dan adil. Piagam ini menjamin kebebasan beragama, kerja sama antarkelompok, dan kesetaraan hak warga Madinah, baik Muslim maupun non-Muslim.

“Masjid Quba dan Piagam Madinah ibarat dua sisi dari mata uang yang sama. Satunya membangun spiritualitas, satunya membangun struktur sosial. Keduanya lahir dari nilai yang sama: persatuan dan keadilan,” kata Oman.

Masjid Quba bukan hanya milik sejarah Arab. Nilai-nilainya juga sangat hidup dalam semangat bangsa Indonesia. Gotong royong, musyawarah, toleransi, dan kepedulian sosial adalah wajah dari “Quba-Quba” yang hidup di Tanah Air.

“Indonesia dibangun di atas semangat kolektif. Nilai-nilai yang juga diajarkan Rasulullah saat membangun Quba. Kita perlu terus merawat ruang-ruang sosial seperti itu di masyarakat,” ujar Oman.

Menurutnya, umat Islam Indonesia bisa menjadikan Masjid Quba sebagai inspirasi. Tidak hanya sebagai tempat berziarah saat haji atau umrah, tetapi sebagai simbol perjuangan bersama, tempat semua golongan bisa bertemu dan bekerja untuk kebaikan bersama.

Bagi jemaah haji Indonesia, salat dua rakaat di Masjid Quba bukan sekadar menjalankan sunnah, tapi pengalaman spiritual yang menyentuh hati.

“Begitu menginjakkan kaki di masjid ini, terasa haru luar biasa. Kita membayangkan Nabi membangun tempat ini dengan tangannya sendiri. Rasanya seperti pulang ke rumah,” kata Sumiyati, jemaah asal Banten.

Rasulullah SAW bersabda bahwa salat dua rakaat di Masjid Quba setara dengan satu kali umrah. Tapi lebih dari itu, salat di Quba adalah cara umat Islam menyambungkan diri dengan sejarah, dengan ruh perjuangan, dan dengan teladan Rasul.

“Masjid Quba adalah saksi bahwa Islam dibangun bukan dengan kekuasaan atau kekerasan, tapi dengan cinta, keikhlasan, dan kebersamaan. Itulah warisan Rasulullah yang harus kita jaga, kita lanjutkan, dan kita hidupkan kembali,” pungkas Oman.