Bukan Penyakit Orang Tua Lagi, Cacar Api Menyerang Anak Muda yang Stres
- https://idn.freepik.com/foto-gratis/tired-femalel_5399381.htm
Kesehatan, VIVA Bali – Cacar api atau herpes zoster selama ini sering dianggap sebagai penyakit orang tua. Namun, sebuah fakta mengejutkan diungkap oleh dr. Frieda, Sp.DVE, dokter spesialis dermatologi dan venereologi lulusan Universitas Sebelas Maret (UNS). Ia mengungkapkan bahwa dewasa muda dengan gaya hidup penuh tekanan justru semakin banyak terjangkit penyakit ini.
Dalam sebuah diskusi kesehatan yang digelar secara daring, dr. Frieda menyebutkan bahwa stres merupakan pemicu utama cacar api, terutama pada kelompok usia 20–30 tahun.
“Faktor risiko cacar api yang paling sering mencetuskan, terutama pada dewasa muda, adalah stres. Risikonya bisa meningkat hingga 47 persen,” ujar dr. Frieda.
Cacar api disebabkan oleh virus varicella zoster, virus yang sama yang menyebabkan cacar air. Setelah seseorang sembuh dari cacar air, virus tersebut tidak sepenuhnya menghilang, melainkan menetap secara laten di dalam tubuh, terutama di jaringan saraf. Ketika daya tahan tubuh melemah seperti saat stres berat. Virus ini bisa aktif kembali dan menimbulkan gejala cacar api.
Saat seseorang mengalami stres, tubuh melepaskan hormon seperti kortisol dan katekolamin. Jika produksinya berlebihan, hormon-hormon ini justru dapat menekan sistem kekebalan tubuh, sehingga virus lama yang “tertidur” pun bisa kembali bangkit.
“Biasanya pasien-pasien ini kerja kantoran, sering lembur, makan tidak teratur, dan punya tingkat stres yang tinggi,” jelas dr. Frieda, yang kini berpraktik di Rumah Sakit Mayapada Bogor.
Selain anak muda yang stres, ada pula kelompok masyarakat lain yang memiliki risiko lebih tinggi terhadap cacar api:
- Riwayat keluarga dengan cacar api → risiko meningkat 2,4 kali lipat
- Lansia dengan penyakit komorbid seperti diabetes → risiko naik sekitar 40 persen
- Penderita penyakit jantung (kardiovaskular) → risiko naik 34 persen
- Penderita autoimun → risiko 1 hingga 2 kali lipat lebih tinggi
- Pengidap HIV/AIDS → risiko melonjak hingga 3,2 kali lipat
- Penderita gangguan pernapasan seperti asma dan PPOK → risiko naik 30 persen
Pada penderita diabetes, terutama yang tidak terkontrol, tingginya kadar gula darah (hiperglikemia) dapat menurunkan respons imun seluler, yang berperan penting dalam menjaga virus tetap “tertidur”.
“Saat sistem imun melemah, reaktivasi virus cacar api menjadi lebih cepat,” tambah Frieda.
Berbeda dengan cacar air yang tersebar di seluruh tubuh, cacar api umumnya muncul hanya di satu sisi tubuh. Gejalanya meliputi:
- Ruam kemerahan atau bintil berisi cairan
- Nyeri atau sensasi terbakar pada area ruam
- Demam ringan hingga tinggi
- Kadang disertai kelelahan dan sakit kepala
- Pada kasus tertentu, nyeri bisa berlangsung lama meski ruam telah sembuh (disebut neuralgia pasca-herpes)
Pencegahan cacar api erat kaitannya dengan gaya hidup sehat dan manajemen stres. Beberapa langkah yang dianjurkan meliputi:
- Tidur cukup dan hindari begadang
- Kelola stres melalui meditasi, olahraga, atau kegiatan yang menyenangkan
- Jaga pola makan sehat dan seimbang
- Rutin cek kesehatan, terutama kadar gula darah bagi penderita diabetes
- Pertimbangkan vaksinasi herpes zoster, terutama untuk kelompok usia di atas 50 tahun
Cacar api bukan lagi penyakit yang hanya mengincar usia lanjut. Gaya hidup serba cepat dan penuh tekanan kini menjadikan anak muda lebih rentan. Maka dari itu, menjaga kesehatan mental dan fisik bukan hanya soal kenyamanan hidup—tapi juga soal perlindungan dari penyakit yang bisa datang tanpa diduga.
“Asam stres bisa jadi racun, dan itu nyata efeknya pada tubuh. Jaga diri, jaga imun, agar virus tak sempat bangkit,” tutup dr. Frieda.