Tedhak Siten, Warisan Budaya Jawa dalam Upacara Turun Tanah Bayi

Prosesi Tedhak Sinten
Sumber :
  • https://www.instagram.com/reel/C8_d4FKvJxy/?igsh=aWprZGo4NGcwZHAw

Tradisi, VIVA BaliTedhak Siten atau sering disebut juga upacara turun tanah merupakan salah satu warisan budaya Jawa yang sarat dengan nilai filosofis. Upacara ini adalah bagian dari tradisi daur hidup masyarakat Jawa yang kini mulai jarang ditemui. Istilah “Tedhak” berarti menapakkan kaki, sedangkan “Siten” atau “Siti” berarti tanah. Secara harfiah, Tedhak Siten dimaknai sebagai ritual ketika seorang anak pertama kali menginjakkan kaki ke tanah.

Sepanjang Sejarah Seruput Kopi di Indonesia

Menurut budayawan Murniatmo, Tedhak Siten dilakukan ketika bayi berusia tujuh lapan dalam kalender Jawa setara dengan sekitar delapan bulan dalam penanggalan Masehi. Pada usia itu, anak biasanya mulai belajar berjalan, sehingga prosesi ini menjadi simbol awal langkah seorang manusia dalam meniti kehidupan.

Sebagai salah satu prosesi adat penting, Tedhak Siten tidak hanya menjaga kesinambungan budaya leluhur, tetapi juga menjadi ajang doa dan bimbingan orang tua agar anak kelak mampu menghadapi perjalanan hidup dengan hati yang bersih dan tekad yang kuat.

Kopi Robusta, Iklim yang Bergeser, dan Budaya yang Menyatu

 

Prosesi Tedhak Siten

Wor Biak, Sakralitas Budaya Nusantara dari Tanah Papua

Pelaksanaan Tedhak Siten sarat dengan makna simbolis. Setiap tahapan menyampaikan pesan mendalam bagi tumbuh kembang anak. Beberapa rangkaian utama antara lain:

1. Mencuci Kaki Bayi

Orang tua lebih dulu membersihkan kaki si kecil sebelum ia menginjak tanah. Ritual ini melambangkan kesucian langkah pertama dalam memasuki kehidupan yang sesungguhnya.

2. Berjalan di Atas Jadah Tujuh Warna

Bayi dituntun berjalan di atas tujuh potong jadah berwarna merah, putih, hijau, kuning, biru, merah jambu, dan ungu. Angka tujuh dalam bahasa Jawa disebut pitu, yang mengandung doa agar anak selalu memperoleh pitulungan (pertolongan) Tuhan ketika menghadapi kesulitan. Setiap warna pun membawa arti: keberanian, kesucian, kasih sayang, ketenangan, kesuburan, kekuatan, hingga kesempurnaan.

3. Menaiki Tangga Tebu Wulung

Tahapan ini menggunakan tangga yang terbuat dari tebu wulung. Tebu melambangkan tekad bulat dan keyakinan. Anak diajak menaiki tujuh anak tangga sebagai simbol perjalanan hidup yang akan ia lalui dengan dukungan orang tua.

4. Memasuki Kurungan

Anak kemudian dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang berisi berbagai benda, seperti buku, perhiasan, mainan, dan alat tulis. Barang yang pertama kali diraih diyakini sebagai gambaran bakat atau profesi yang kelak diminati anak di masa depan.

5. Dimandikan dengan Air Bunga

Air yang digunakan biasanya diambil oleh kedua orang tua pada malam hari dan dibiarkan terkena embun hingga pagi. Anak dimandikan dengan air yang ditaburi bunga wangi sebagai simbol harapan agar ia dapat membawa nama harum bagi keluarga dan lingkungannya.

6. Menyebar Udhik-Udhik

Prosesi ditutup dengan pembagian udhik-udhik, yaitu uang logam yang dicampur bunga. Tradisi ini mengandung doa agar kelak si anak, ketika diberi kelimpahan rezeki, selalu berbagi kepada sesama.

 

Tedhak Siten bukan hanya pelestarian budaya, melainkan juga perjalanan spiritual yang mengajarkan keberanian, kasih sayang, dan semangat pantang menyerah. Di balik setiap simbol dan perlengkapan dalam upacara turun tanah ini, tersimpan pesan mendalam tentang bagaimana seorang manusia memulai langkah pertamanya di dunia.