Marapu Tradisi Leluhur Sumba yang Jaga Harmoni Manusia, Alam, dan Roh

Ilustrasi Suasana sakral dan khidmat begitu terasa di Tradisi Marapu.
Sumber :
  • https://unsplash.com/id/foto/sekam-kelapa-yang-terbakar-di-atas-panci-berwarna-kuningan-LHCdZtJaDTk

Budaya, VIVA Bali – Di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, masih hidup sebuah tradisi leluhur yang disebut Marapu. Kepercayaan ini bukan sekadar sistem religi, melainkan juga pedoman hidup masyarakat adat dalam menjaga hubungan harmonis dengan alam, leluhur, dan sesama manusia.

Tari Aluyen, Warisan Suku Moi yang Sarat Makna Sosial dan Spiritual

Marapu diyakini sebagai warisan turun-temurun yang membimbing cara masyarakat bercocok tanam, membangun rumah adat, hingga melaksanakan upacara kematian.

“Marapu mencerminkan harmoni antara manusia, alam, dan leluhur, yang sesungguhnya adalah kunci keberlanjutan ekologi di Sumba,” tulis Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Dari Kaba-Kaba nan Antik ke Wajah Wisata Baru

Dalam pandangan Marapu, roh leluhur tidak pernah benar-benar pergi. Mereka dipercaya terus menjaga kehidupan generasi penerus. Alam pun diperlakukan sebagai ruang sakral yang harus dijaga. Peneliti menegaskan, “Nilai-nilai dan kepercayaan Marapu menjadikan Sumba tetap lestari dan tetap terjaga alam dan budayanya”.

Prinsip itu tercermin dalam kebiasaan sehari-hari: bertani secukupnya, tidak serakah mengambil hasil hutan, serta selalu mensyukuri panen.

Keunikan Tari Topeng Cirebon, Simbol Fase Kehidupan Manusia

Ritual Marapu penuh simbol. Dalam upacara kematian, jenazah dibungkus dengan kain tenun lalu ditempatkan dalam posisi meringkuk menyerupai bayi. Kubur batu besar dibangun sebagai tempat peristirahatan terakhir, menegaskan penghormatan terhadap leluhur.

Selain itu ada Wulla Poddu, bulan suci di mana aktivitas duniawi seperti pesta atau pembangunan rumah dilarang. “Wulla Poddu adalah masa refleksi dan penghormatan kepada leluhur,” tulis laman IndonesiaJuara.

Halaman Selanjutnya
img_title