Tak Sekadar Menjala Ikan, Inilah Tradisi Mardoton di Danau Toba yang Sarat Makna Budaya
- https://nationalgeographic.grid.id/amp/133067340/menilik-lebih-dalam-tradisi-mardoton-budaya-tangkap-ikan-warisan-leluhur-di-danau-toba
Tradisi, VIVA Bali –Di tepian Danau Toba, ketika fajar menyingsing, perahu tradisional yang disebut solu mulai diturunkan ke air. Para nelayan menebar jaring sambil melantunkan doa, sementara sesajian berupa tepung beras dipersembahkan untuk Sang Pencipta. Suasana ini bukan sekadar aktivitas mencari ikan, melainkan bagian dari sebuah tradisi kuno bernama Mardoton.
Bagi masyarakat Batak Toba, Mardoton bukan sekadar cara menangkap ikan. Lebih dari itu, ia adalah simbol kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun, menyatukan manusia dengan alam, budaya, dan keyakinan leluhur.
Apa Itu Tradisi Mardoton?
Dikutip dari laman tobaria.com, secara bahasa, “doton” berarti jaring. Maka, Mardoton dapat dimaknai sebagai aktivitas menjala atau menangkap ikan dengan jaring di Danau Toba.
Menurut catatan sejarah, masyarakat Batak Toba awalnya menggunakan bubu (anyaman bambu) untuk menangkap ikan. Namun, seiring waktu, alat itu digantikan oleh jaring kain yang lebih praktis. Peralihan ini tidak mengubah esensi tradisi, melainkan memperkuatnya sebagai cara tangkap ikan yang ramah lingkungan.
Ritual dan Festival Mardoton
Tradisi ini biasanya digelar pada Bulan Sipaha Sada, bulan pertama dalam kalender Batak. Prosesi dimulai dengan menurunkan perahu solu ke Danau Toba, disertai doa dan persembahan untuk Namboru Saneang Naga Laut, dewi air yang diyakini membawa kesuburan.