Tradisi Sasi Warisan Adat Maluku dalam Menjaga Alam
- https://www.ykan.or.id/id/publikasi/artikel/siaran-pers/kiprah-perempuan-di-raja-ampat-dalam-menjaga-kearifan-lokal-melalui-tradisi-sasi-laut/
Tradisi, VIVA Bali –Di berbagai wilayah Maluku dan Papua, masyarakat masih memegang teguh sebuah aturan adat yang disebut Tradisi Sasi. Bagi sebagian orang, Sasi hanyalah larangan untuk memanfaatkan sumber daya alam. Namun bagi masyarakat adat, ia jauh lebih dalam: Sasi adalah harmoni yang lahir dari hubungan manusia dengan alam, sebuah cara untuk menjaga keseimbangan agar generasi berikutnya tetap bisa menikmati kekayaan bumi.
Apa Itu Tradisi Sasi
Secara sederhana, Sasi berarti aturan adat yang melarang masyarakat mengambil hasil alam di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu. Wilayah yang diberi tanda Sasi bisa berupa laut, sungai, hutan, atau kebun. Selama masa berlaku Sasi, tidak seorang pun diperbolehkan memanen ikan, kerang, kayu, atau hasil bumi lainnya.
Masa larangan ini biasanya ditentukan oleh tetua adat atau tokoh agama. Ketika tiba waktunya, Sasi akan dibuka melalui sebuah upacara adat, dan masyarakat baru boleh kembali memanfaatkan sumber daya alam tersebut. Dengan cara ini, alam diberi kesempatan untuk memulihkan diri, sehingga keberlangsungan ekosistem tetap terjaga.
Makna dan Filosofi Sasi
Lebih dari sekadar aturan, Sasi adalah filosofi hidup. Ia mengajarkan bahwa manusia hanyalah bagian kecil dari alam, bukan penguasa yang berhak mengeksploitasi tanpa batas. Dengan mematuhi Sasi, masyarakat belajar tentang kesabaran, pengendalian diri, serta pentingnya berpikir jangka panjang.
Bagi masyarakat Maluku dan Papua, Sasi juga mencerminkan nilai spiritual. Alam dianggap sebagai titipan leluhur dan karunia Tuhan yang harus dijaga. Melanggar Sasi sama artinya dengan melanggar aturan ilahi dan merusak keseimbangan hidup bersama.
Fungsi Sosial dan Lingkungan
Tradisi Sasi memiliki dua fungsi penting:
Memberi waktu pada alam untuk pulih sehingga ikan berkembang biak, tumbuhan tumbuh kembali, dan ekosistem tetap seimbang.
2. Pengikat Sosial
Aturan ini mengikat seluruh masyarakat tanpa kecuali. Semua orang, dari anak-anak hingga orang dewasa, diajarkan untuk taat pada hukum adat. Dengan begitu, Sasi memperkuat solidaritas dan rasa kebersamaan.
Sanksi Adat untuk Pelanggar
Karena sifatnya sakral, pelanggaran Sasi dianggap sebagai perbuatan tercela. Orang yang melanggar biasanya dikenai sanksi berupa denda, pengucilan sosial, bahkan hukuman adat tertentu. Hal ini membuat setiap orang berpikir dua kali sebelum melanggar, sekaligus menjaga wibawa aturan adat di mata masyarakat.
Meski hidup di zaman modern, Sasi tetap relevan. Bahkan kini, nilai-nilai Sasi banyak diadopsi dalam kebijakan pengelolaan lingkungan. Prinsip hukum adat ini terbukti mampu menjaga keberlanjutan alam lebih baik dibandingkan aturan formal semata.
Praktik Sasi juga menjadi bukti bahwa budaya lokal memiliki solusi bagi krisis lingkungan. Dengan memberi alam waktu untuk “bernapas”, Sasi menghadirkan konsep konservasi yang sederhana namun efektif.