Perempuan Pengrawit, Suara Lain dari Balik Gamelan Bali yang Biasanya Didominasi Pria
- https://i.ytimg.com/vi/0u8n8iwm2aE/hq720.jpg
Walau semangat tinggi, perempuan pengrawit masih menghadapi sejumlah tantangan:
1. Stigma Sosial
Beberapa kalangan konservatif menilai penabuh gengsa dan kendang sebagai “ruang lelaki”, sehingga perempuan yang berlatih sering mendapat komentar negatif dari tetua banjar.
2. Keterbatasan Akses
Ruang latihan yang berlokasi di pura atau wantilan sering tutup saat hari-hari upacara besar, membuat kelompok perempuan sulit menjadwalkan sesi rutin.
3. Kurasi Repertoar
Instrumen berat seperti gong besar masih minim akses untuk kelompok perempuan, sehingga variasi repertoar mereka terkadang terbatas pada gender wayang atau gangsa pemadé.
Harapan dan Arah Ke Depan
Ke depan, kolaborasi lintas sanggar dan dukungan pemerintah daerah dapat membuka peluang lebih besar bagi perempuan pengrawit. Beberapa rekomendasi antara lain:
1. Program Beasiswa Seni: Pemerintah kabupaten/kota membuka beasiswa bagi pelajar perempuan yang menekuni gamelan.