Menggugah Keberanian Spiritual dalam Ngurek
- waskitanandangurah/bali.live
Gumi Bali, VIVA Bali – Ngurek, juga dikenal sebagai Ngunying atau Ngerebong, adalah ritual trance yang menggugah keberanian, di mana peserta menusuk tubuh sendiri dengan keris atau tombak saat berada dalam kondisi terhipnotis roh. Tradisi ini banyak dipraktikkan di desa-desa seperti Kesiman, Denpasar, pada hari-hari suci seperti Kuningan, dan ditujukan sebagai bentuk persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Pada ritual ini, prosesi biasanya dimulai dengan ‘nusdus’, yaitu memasuki trance dengan asap kayu cendana—diiringi musik gamelan. Tahap selanjutnya, ‘masolah’, peserta menari dalam trance sambil menusuk tubuh, terkadang hingga dada, leher, bahkan dahi. Aksi tersebut dipercaya tidak menimbulkan luka karena perlindungan spiritual dari roh suci. Ritual ini diakhiri dengan ‘ngaluwur’, saat peserta kembali sadar, keris diambil, dan diberi tirta suci oleh pemangku.
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa Ngurek adalah ungkapan religi yang sarat makna kultural. Ritual ini bukan sekadar tontonan ekstrem, melainkan medium komunikasi dengan roh serta komunitas. Respon publik mencerminkan debat antara interpretasi spiritual vs kontroversi moral atas praktik menyakiti diri.
Budaya ini berakar kuat pada prinsip Tri Hita Karana, mencerminkan keharmonisan antara manusia, alam, dan leluhur. Ngurek dipercaya menjaga keseimbangan kosmis dan menjaga kerukunan sosial, sekaligus memperkuat solidaritas banjar melalui pengalaman bersama yang transformatif.