Perbedaan Ikat Kepala Tradisional di Bali, Jawa, dan Sunda

Setiap daerah di Indonesia punya tradisi ikat kepala,
Sumber :
  • https://www.istockphoto.com/id/search/2/image-film?phrase=udeng

Di Jawa, ikat kepala dikenal sebagai blangkon, yang memiliki bentuk lebih permanen karena sudah dijahit dan siap pakai, berbeda dengan udeng yang harus diikat manual.

Tari Baris Bali, Warisan Sakral yang Kian Terlupakan

Ciri khas blangkon yakni terbuat dari kain batik dengan motif tradisional, memiliki bentuk menyerupai topi tertutup yang pas di kepala, terdapat "tonjolan" atau lilitan di bagian belakang, yang dulunya melambangkan rambut pria Jawa yang digelung (diikat).

Setiap daerah memiliki ciri blangkon sendiri, misalnya blangkon Yogyakarta dengan tonjolan datar di belakang, sedangkan blangkon Solo memiliki tonjolan menonjol.

"Bali Seolah Diam!" Inilah Makna dan Keunikan Galungan & Kuningan yang Tak Banyak Diketahui!

Blangkon bukan sekadar penutup kepala, tapi menyimbolkan ketertiban, kedisiplinan, dan pengendalian diri seorang pria Jawa. Ia juga sering dipakai dalam acara pernikahan, pertunjukan seni, dan upacara adat.

3. Iket (Sunda)

Masyarakat Sunda di Jawa Barat mengenal ikat kepala bernama iket atau totopong. Berbeda dengan blangkon, iket lebih fleksibel karena berupa kain panjang yang dililit dan diikat sendiri oleh pemakainya.

Karya Agung, Upacara Sakral Pemersatu Umat Hindu di Bali

Ciri khas iket Sunda yakni terbuat dari kain polos atau bermotif khas Sunda seperti megamendung atau motif geometris sederhana. Diikat dengan simpul di bagian depan atau samping, tergantung modelnya.

Halaman Selanjutnya
img_title