Makna Mendalam Upacara Ngerupuk Pada Masyarakat Hindu Bali
- https://www.okelihat.com/life-style/931147567/tradisi-ngerupuk-prosesi-sakral-untuk-menyucikan-alam-dan-diri
Gumi Bali, VIVA Bali – Upacara keagamaan di Bali tidak hanya sakral, tetapi juga kaya akan makna simbolis yang diwariskan turun-temurun. Salah satu tradisi yang menarik perhatian adalah upacara Ngerupuk, yang menjadi bagian penting menjelang Hari Raya Nyepi.
Upacara Ngerupuk umumnya dilaksanakan oleh masyarakat Hindu Bali sehari sebelum Nyepi, tepatnya saat Tilem Kesanga atau malam bulan mati. Tradisi ini tersebar luas di berbagai wilayah Bali.
Sejarah singkat upacara ini berkaitan erat dengan filosofi pembersihan diri dan lingkungan dari pengaruh jahat yang dikenal sebagai Buta Kala. Dalam ajaran Hindu, upacara Ngerupuk bertujuan untuk menetralisir kekuatan negatif menjelang Nyepi yang merupakan hari penyucian diri secara total.
Pelaksanaan Ngerupuk dimulai dengan upacara mecaru di tingkat rumah tangga, lalu dilanjutkan dengan penyebaran nasi tawur, pembakaran mesiu, dan pengibaran obor mengelilingi pekarangan rumah. Bunyi gaduh dari kentongan atau alat musik lainnya juga dimainkan sebagai simbol pengusiran makhluk jahat.
Di lingkungan desa, masyarakat akan mengelilingi wilayah mereka sebanyak tiga kali sambil membawa obor dan bunyi-bunyian. Tradisi ini menjadi bentuk gotong royong spiritual untuk menjaga kesucian wilayah dari gangguan Buta Kala.
Hal paling menarik adalah pawai ogoh-ogoh, yaitu patung raksasa berwujud menyeramkan yang melambangkan Buta Kala. Ogoh-ogoh akan diarak keliling, lalu dibakar sebagai simbol pembakaran kejahatan dan pemurnian alam semesta.
Upacara Ngerupuk bukan hanya tradisi turun-temurun, tetapi juga sebagai perwujudan harmoni antara manusia, alam, dan roh spiritual. Dalam suasana yang sakral sekaligus meriah, umat Hindu Bali menyatukan diri dalam upaya menjaga keseimbangan dunia sebelum menyambut sunyinya Hari Raya Nyepi.